Opini

Perjanjian Jual Beli Tanah Dalam Waktu sewa Yang Belum Berakhir

Penulis: Ade Rini Wulandari, 2320123007, Artikel Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Andalas


GARDAPOS.COM - Tanah merupakan salah satu kebutuhan bagi setiap orang entah itu untuk dijadikan tempat tinggal ataupun dijadikan sebagai tempat yang dapat menghasilkan uang dengan memanfaatkannya sebagai ladang pertanian maupun peternakan. Karena rendahnya daya beli masyarakat, mengakibatkan tidak semua masyarakat dapat memiliki tanah terutama tanah sawah dan ladang dikarena harga tanah yang saat ini semakin mahal dan jumlahnya sedikit maka untuk saat ini kebanyakan masyarakat hanya dapat menyewa tanah tersebut.

Jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik yang dilakukan antara penjual yang berjanji untuk memberikan hak milik atas suatu barang kepada pembeli, sedangkan pembeli berjanji untuk memberikan kewajibannya dengan membayar harga yang sudah ditentukan sebagai imbalan kepada si penjual. Sedangkan sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dimana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak lain pemakaian suatu barang dalam jangka waktu tertentu yang diberikan dengan harga yang sudah ditentukan, dimana oleh pihak tersebut disepakati pembayaran.

Asas yang dipakai dalam perjanjian jual beli dan sewa menyewa yaitu Asas Konsensualisme dalam asas ini dapat disimpulkan pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana salah satu syarat sah perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umunya cukup diadakan dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Dalam pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayaranya. Sewa menyewa dapat berakhir secara normal dan tidak secara normal.

Berakhirnya secara normal artinya sewa menyewa terpenuhi sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak dan berakhirnya secara tidak normal artinya sewa menyewa tidak terpenuhi karena adanya faktor yang mempengaruhinya, sehingga sebelum jangka waktu yang ditentukan itu habis sewa menyewa dihentikan.

Perjanjian sewa-menyewa merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Telah diketahui bersama bahwa setiap manusia selalu mempunyai kepentingan-kepentingan yang serba kompleks, dimana manusia itu selalu berusaha untuk dapat meraih setiap kebutuhannya. Salah satu caranya ialah dengan mengadakan hubungan hukum dengan manusia lainya. Bentuk hubungan hukum yang beraneka ragam tersebut salah satu di antaranya adalah dengan mengadakan perjanjian sewa-menyewa.

1. Pengaturan Hukum Mengenai Perjanjian Jual Beli Tanah

Adapun syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Unsur pokok dalam jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas perjanjian jual beli lahir lahir/sah/mengikat para pihak pada saat tercapainya kesepakatan antara pembeli dan penjual.

Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, dengan kata lain jual beli yang dianut Hukum Perdata belum memindahkan hak milik adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukan penyerahan.

Pada pasal 5 UUPA dijelaskan mengenai pengertian jual beli tanah hak milik yang dimana pengertiannya sama dengan pengertian jual beli tanah menurut hukum adat.

Menurut hukum adat jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Maka tunai mungkin harga dibayar secara kontan, atau dibayar sebagian, dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dengan peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka jual beli tanah hanya boleh dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan.

Akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah pada umumnya menjelaskan tentang para pihak yaitu Penjual, Pembeli dan saksi-saksi, memuat keterangan bahwa mereka telah melakukan jual beli, memuat keterangan mengenai obyek jual beli yaitu status tanah, luasnya, letaknya, batas-batasnya beserta turutan yang mengikuti tanah tersebut, berisikan harga jual beli dan keterangan tentang penerimaan uangnya oleh pihak Penjual serta menjelaskan mengenai syarat-syarat jual beli yang dituangkan dalam pasal-pasal dalam akta jual beli tersebut.

Setelah akta jual beli selesai dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah maka selanjutnya dengan dihadiri oleh Penjual, Pembeli dan 2 (dua) orang saksi, Pejabat Pembuat Akta Tanah membacakan isi akta kepada para pihak serta saksi-saksi dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud dari pembuatan akta jual beli. Setelah akta selesai dibacakan dan dijelaskan serta tidak ada pihak yang berkeberatan terhadap isi akta tersebut, maka dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Penjual dan Pembeli menandatangani akta jual beli dan dengan disaksikan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maka Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta tersebut wajib menyampaikan akta tersebut beserta dokumen pendukung lainnya kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar perubahan datanya.

2. Akibat Hukum Terhadap Jual Beli Tanah Dalam Waktu Sewa Yang Belum Berakhir

Pada Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengertian sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pemilik mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan terhadap pemakaian suatu barang kepada pihak yang menyewa selama waktu tertentu, dengan harga yang sudah disepakati antara kedua belah pihak.

Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual, yang artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.

Dengan adanya jual beli tidak memutuskan sewa menyewa, hal ini diatur dalam pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang yang menyebutkan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi. Dalam ketentuan 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa apabila barang yang di sewa di jual, maka sewa menyewa yang dilakukan sebelumnya tidak diputuskan, kecuali apabila sudah diperjanjikan pada waktu penyewaan. Walaupun pihak yang menyewakan menjual tanah yang disewakan, bukan berarti dapat mengakhiri perjanjian sewa yang diadakan.

Maka dari itu sudah jelas bahwa akibat hukum jual beli tanah yang dalam jangka waktu sewa yang belum berakhir adalah perjanjian jual beli tersebut tetap sah dan tidak serta merta menghapus perbuatan sewa menyewa yang telah terjadi sebelumnya, penyewa tanah tersebut tetap berhak untuk menggunakan tanah sewaannya tersebut seperti apa yang telah diperjanjikan sebelumnya sekalipun tanah tersebut telah dijual. Penjualan tanah tidak menghapus hak penyewa tanah, namun ketika perjanjian jual beli tanah tersebut dilaksanakan pihak pembeli harus mengetahui tentang status tanah yang masih dalam status disewakan oleh penjual.

KESIMPULAN
1. Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, dengan kata lain jual beli yang dianut Hukum Perdata belum memindahkan hak milik adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukan penyerahan.

2. Akibat hukum jual beli tanah yang dalam jangka waktu sewa yang belum berakhir adalah perjanjian jual beli tersebut tetap sah dan tidak serta merta menghapus perbuatan sewa menyewa yang telah terjadi sebelumnya, penyewa tanah tersebut tetap berhak untuk menggunakan tanah sewaannya tersebut seperti apa yang telah diperjanjikan sebelumnya sekalipun tanah tersebut telah dijual.[]


Referensi:
1. Abdul Rokhim, Penerapan Azas Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perjanjian, Focus UPMI Vol . 6 No. 1 (2016) 21 – 28, Jurnal Mahasiswa, (2016), hlm.22, 2Ibid.,hlm.22, 3Ibid., hlm.23, 4Ibid., hlm.24; Abdul Rokhim, Op.cit., hlm. 22

2. Soedharyo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika,2004), hlm.86

3. Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya,Edisi 1, Cetakan keempat (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.149, 7Ibid., hlm. 72

4. Imman Yusuf Sitinjak, SH., M.Kn, AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH LADANG DALAM STATUS SEWA YANG BELUM BERAKHIR, Vol.1 No.1, April 2020, Jurnal MORALITA, hlm. 20
9Ibid., hlm.22


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar