Nasional

PSBB 'Rem Darurat' Harus Simultan Dengan Program Lain

Dr. Emrus Sihombing Komunikolog Indonesia.

GARDAPOS.COM, JAKARTA - Seruan dokter, tenaga medis, ahli virus, dan pengamat kebijakan dianggap angin lalu. Disangkal, dan dibuli, mengutip forum news network Minggu (13/9) dengan berita lengkapnya ada di link berikut https://fnn.co.id/2020/09/13/pesan-penting-syafii-maarif-oleng-dulu-baru-siuman/

Merujuk pada isi berita tersebut, salah satu SOLUSI strategis, sebagaimana berulang kali disampaikan di RUANG PUBLIK, sejatinya sejak awal hingga sampai benar-benar tuntas kasus Covid-19 dilakukan kampanye KOMUNIKASI KESEHATAN dengan masif, sistematis, terstruktur, kreatif, berkesinambungan, inovatif  secara NASIONAL hingga pada komunitas terkecil yaitu, KELUARGA demikian disampaikan Dr Emrus Sihombing Komunikolog Indonesia dalam rilis resminya kepada gardapos.com, Minggu 13 September 2020.

Lebih lanjut Emrus mengatakan, bahwa pengelolaan pesan harus utuh, bukan tunggal, dan TIDAK boleh terjadi ada pesan yang berseberangan satu dengan lain antara sesama pejabat pemerintah di semua tingkatan terkait dengan penanganan Covid-19.

Pembatasan Sosial Bersekala Besar

Pemberlakuan PSBB "rem darurat" sangat diperlukan di tengah melajunya jumlah kasus Covid-19 di Jakarta. Tetapi, penerapannya harus tetap terukur. Bahkan tidak ada salahnya diikuti oleh seluruh daerah penyanggah. Bila perlu, bisa saja diadopsi oleh propinsi lain jika kondisi memerlukan PSBB  model "rem darurat".

Tentu PSBB ini pasti berbatas waktu. Oleh karena itu, PSBB dalam bentuk apapun, termasuk dengan "rem darurat" sangat baik, namun tetap sebagai program jangka  waktu sangat singkat, yaitu bisa jadi dua minggu, atau paling kuat satu bulan. Itupun sangat tergantung ketahanan ekonomi suatu daerah atau negara.

Sebagai berjangka waktu sangat singkat, maka setelah PSBB, masyarakat akan melakukan aktivitasnya dengan berinteraksi satu dengan lain, baik sesama mereka di dalam suatu komunitas yang melakukan PSBB bersama maupun dengan komunitas lain di luar mereka. 

Untuk itu, ada tiga jangka waktu lain yang harus dilakukan simultan (bersamaan) dari awal yaitu, jangka berkelanjutan, jangka menengah dan jangka pendek, sambung Dr Emrus Sihombing, Senin (14/9).

Pertama, jangka berkelanjutan. Penyebaran Covid-19 dari manusia ke manusia lain. Karena itu, program komunikasi kesehatan penanganan Covid-19 mutlak harus dilakukan untuk menumbuhkan keasadaran, sikap, dan perilaku yang taat (ketat) sekali terhadap seluruh protokol kesehatan.

Karena itu, komunikasi kesehatan ini  salah satu solusi strategis, sebagaimana berulang kali saya sampaikan di ruang publik. Sejak awal hingga sampai benar-benar tuntas kasus Covid-19 sejatinya dilakukan kampanye komunikasi kesehatan dengan masif, sistematis, terstruktur, kreatif, berkesinambungan, inovatif  secara nasional hingga pada komunitas terkecil yaitu, keluarga.

Pengelolaan pesan harus utuh, bukan tunggal, dan tidak boleh terjadi ada pesan yang berseberangan satu dengan lain antara sesama pejabat di semua bidang dan atau di setiap lini pemerintahan terkait dengan penanganan Covid-19 untuk menghindari kebingungan di tengah masyarakat. Dari aspek pengelolaan komunikasi terkait Covid-19, antar pemerintah pusat dan daerah harus inline.

Kedua, jangka menengah. Pada jangka ini, membuat program pencegahan penularan dan penanganan kesehatan penderita Covid-19 disertai dengan memacu pertumbuhan ekonomi agar jangan sampai terjadi, misalnya PHK di semua sektor bisnis. Artinya, penanganan kesehatan berjalan hanya selangkah di depan pemulihan ekonomi agar pembiayaan kesehatan dan kehidupan sehari-hari terpenuhi.

Jangka pendek, menemukan dan atau pengadaan vaksin Covid-19 yang sudah teruji dan handal. Program ini sejatinya juga berbatas waktu, misalnya paling lama Desember 2021. Lebih cepat lebih baik. Karena Itu, penelitian harus didukung dana yang sangat memadai. Para tenaga peneliti juga harus mendapat insentif, pengakuan dan  penghargaan luar biasa dari pemerintah dan terutama dari masyarakat luas. Bagi para peneliti yang berhasil diberi saja gelar professor kemanusiaan. [ ]


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar