Opini

Komunikolog Mohon Jokowi Berteriak Soal Bantuan Suriah-Turkiye

Mesut Hancer memegang tangan putrinya yang berusia 15 tahun, yang meninggal dalam gempa bumi magnitudo 7,8 di Kahramanmaras, Turki. (Sumber foto net: CNBC Indonesia/AFP/ADEM ALTAN)

Oleh: Emrus Sihombing, Komunikolog dari Universitas Pelita Harapan


GARDAPOS.COM, JAKARTA - Asosiasi Komunikolog Indonesia, Jumat (10 Februari 2023) memohon Presiden Joko Widodo untuk memperkeras pernyataannya agar pemimpin dunia mempercepat bantuan untuk gempa Suriah-Turkiye.

Salah satu komunikolog senior, Effendi Gazali menyatakan terima kasih bahwa Presiden Jokowi telah menunjukkan kepedulian pada tragedi yang memilukan itu. Effendi menambahkan: "Tinggal kita memohon agar nada pernyataan beliau ditambah lagi. Ini adalah momentum dunia terpenting saat ini. Sebagai tokoh yang sukses untuk presidensi G-20 dan Asean, maka Bapak Jokowi tinggal bersuara lebih kencang dan lebih banyak, yakinlah para pemimpin dunia akan mendengarnya. Juga sebutannya mungkin lebih pas "gempa Suriah-Turkiye" berdasarkan urutan abjad."

Komunikolog dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing juga memperkuat permohonan ini. "Kita harus melihat secara utuh dan berimbang. Bantuan harusnya merata untuk Turkiye dan Suriah. Atas nama kemanusiaan, kita harus mengesampingkan dulu embargo atas dasar pertimbangan politik. Suara Pak Jokowi pasti akan didengar," tutur Emrus.

Sementara itu komunikolog Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengutip pernyataan Gus Dur, salah satu presiden hebat Indonesia: "Gus Dur pernah menyatakan bahwa di atas politik masih ada kemanusiaan." 

Ia menambahkan betapa Indonesia pernah memiliki pengalaman menghadapi tragedi lebih besar yaitu tsunami Nangroe Atjeh Darussalam tahun 2004. "Jadi suara Indonesia pasti akan didengar oleh dunia. Ini momentum yang membutuhkan teriakan dari pemimpin Indonesia!" kata Suko.

Hasrullah, komunikolog Universitas Hasanuddin, yang selalu membawa mahasiswa Indonesia dalam kegiatan kuliah kerja nyata ke berbagai penjuru dunia, kembali menekankan pentingnya melihat kondisi di Suriah. "Jadi kita boleh menyebutnya gempa Suriah-Turkiye. Saya rasa saat ini Suriah relatif kurang cepat mendapat bantuan karena kondisi politik soal embargo. Intinya doa dan bantuan perlu merata ke seluruh korban gempa tersebut," ujar Hasrullah.

Anggota asosiasi komunikolog lainnya, Iwel Sastra bahkan melihat ketidakseimbangan berita antara gempa Turki dan Suriah. Menurut Iwel, tidak banyak berita tentang Suriah tampil dalam pemberitaan media internasional. "Bisa jadi karena kondisi politik, atau akses ke sana yang belum terbuka seperti Turki. Karena itu amat dibutuhkan suara para pemimpin dunia agar perhatian menjadi sama, dan akses juga dibuka. Presiden Jokowi bisa melakukan itu, baik melalui teriakan maupun melalui jaringan diplomatiknya," sambung Iwel.*


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar