Korupsi

Korupsi Alkes, Kadiskes Meranti dr MH Terancam 10 Tahun Penjara

Tersangka dr MH Kadiskes Meranti ditahan Polda Riau. (Foto Dok.Bidhumas Polda Riau).

GARDAPOS.COM, PEKANBARU - Terkait penahanan Kadiskes Meranti, usai memimpin Gelar Pasukan Operasi Patuh Lancang Kuning 2021, Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi mengatakan pihaknya telah menahan dr MH M.Kes (52), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti atas dugaan menggelapkan alat rapid tes dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi. 

Saat ini tersangka MH sudah ditahan oleh Polda Riau. Kasusnya ditangani Subdirektorat III Reskrimsus, demikian keterangan tersebut disampaikan Irjen Agung dalam jumpa persnya didampingi Wakapolda, Brigjen Tabana Bangun, Kabid Humas Kombes Sunarto dan Direktur Reskrimsus Kombes Ferry Irawan, Senin (20/9/2021) di Pekanbaru.

Lanjutnya menyebutkan, bahwa penyidikan akan terus bergulir, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan pelaku lain, selain tersangka MH sendiri.

"Tentu, kita akan dalami lagi kasusnya, tersangka terancam dijerat undang-undang Korupsi pasal 9 jo pasal 10 dengan ancaman 5 hingga 10 tahun penjara." tegas Irjen Agung.

Terungkapnya perbuatan MH berawal setelah pihak kepolisian mendapat informasi dari masyarakat terkait alat rapid tes yang diberikan oleh kantor KKP kelas II, yang disalahgunakan.

Seharusnya rapid tes ini diperuntukkan secara gratis, namun diduga dikomersilkan atau dijual oleh tersangka dengan nilai Rp150 ribu bahkan lebih, untuk setiap satu alatnya.

"Hari Jumat kemarin kita sudah memeriksa dan menahan dr MH, selaku Kadiskes Meranti. Kita lakukan penyidikan atas perbuatan penggelapan barang negara untuk kepentingan pribadi. Kita temukan bantuan rapid tes antigen sebanyak 3.000 alat yang diberikan oleh kantor KKP diselewengkan, tidak didistribusikan," ungkap Irjen Agung.

Kemudian lanjutnya antigen ini dikomersilkan kepada masyarakat yang membutuhkan, dimana tujuan hibah Rapid tes yang diberikan kepada dinas sudah disalahgunakan. Kita akan hitung nanti berapa kerugian negara. Dia mengkomersilkan satu rapid tes dengan menarik dana Rp150 ribu bahkan lebih," kata mantan Direktur Cyber Bareskrim ini.

Kemudian agar tidak dicurigai, tersangka lalu menutupinya dengan membuat laporan pengalokasian palsu. Kasusnya dilakukan tersangka mulai September 2020 lalu. 

"Kita mendapat informasi dan datanya dari masyarakat, kemudian kita dalami karena kita tahu bahwa rapid yang harusnya disimpan difasilitas kesehatan ternyata tidak demikian, di mana sebagian alat berada di klinik yang bersangkutan (MH)," tutup  Agung.[]


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar