PT PSJ diduga Tidak Mengedukasi Masyarakat yang Berkonflik Untuk Menyelesaikan Persoalan Secara Hukum

Anggota Dewan Datang Saat Eksekusi Lahan PT PSJ, Nurul Huda: Bisa Dituduh Menghasut

GARDAPOS.COM, PELALAWAN - Peristiwa Wakil Ketua DPRD Riau, Zukri Misran yang datang mengunjungi dan bertemu puluhan warga di lokasi eksekusi lahan ilegal PT PSJ, Minggu 19 Januari 2020 di simpang empat Blok 90/95 kawasan perkebunan inti kelapa sawit PT Peputra Supra Jaya (PSJ) Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan-Riau diduga 'diusir' menjadi sorotan publik, (dilansir dari gatra.com).

Pasalnya saat inikan proses eksekusi sedang berjalan dibawah pengawasan negara yakni dari DLHK Riau dan penjagaan ketat aparat keamanan.

Peristiwa ini sempat menjadi perhatian sejumlah Praktisi, Penggiat, Akademisi, Masyarakat Pelalawan, dan Riau umumnya dengan berbagai macam ungkapan narasinya;

[19/1 22.36] xxxxx: Lawan dgn mekansme hukum yg berlaku. Edukasi masyarakat dgn bijak

[19/1 22.40] xxxxx: Ini negara hukum bung, bukan negara preman.

[19/1 22.58] xxxxx: Putusan pengadilan itu inkrahct


Kemudian lagi publik sudah mengetahui sejak Jum'at (17/01/2020) lalu eksekusi kebun ilegal milik PT PSJ di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan terus berjalan. Sebelumnya eksekusi ini juga sempat dilakukan namun gagal lantaran dihalangi sejumlah masyarakat yang mengaku kelompok masyarakat mitra dari PT PSJ.

Sementara, Jum'at pekan lalu eksekusi berjalan, dimana pada awal eksekusi itu tim gabungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Dinas Kehutanan, Polres Pelalawan, dan instansi terkait lainnya membabat habis tanaman sawit seluas 8 hektare. Sementara hingga hari ini dari total 3.323 hektare, sudah sekitar 300 hektare berhasil dieksekusi.

Namun, saat eksekusi yang dilakukan pada Minggu (19/01/20) kemarin, hadir pula Wakil Ketua DPRD Riau, Zukri Misran. Menurut informasi kedatangannya bertujuan untuk menenangkan masyarakat.

Namun, pihak petugas eksekusi meminta agar Anggota Dewan dari Partai PDIP ini untuk segera meninggalkan lokasi.

Menanggapi hal itu, Ahli Hukum Pidana, Dr. Muhammad Nurul Huda, SH.MH mengatakan bahwa, kehadiran anggota dewan dalam proses eksekusi itu tidak dibenarkan, untuk apa dia datang kesana, apalagi tidak ada izin terlebih dahulu dari petugas eksekusi. Sebab sudah ada 'plang' dan petugas eksekusi.

"Memang harus diusir. Sebab bisa dituduh menghasut masyarakat untuk menghalang-halangi eksekusi. Dan itu bisa di pidana menurut Pasal 53 Junto Pasal 160 Junto Pasal 216 KUHP, tegas Dosen Hukum Pidana Pascasarjana UIR ini.

Selanjutnya menurut Doktor Huda, seharusnya anggota dewan itu tidak perlu datang ke lokasi. Jika memang dinilai ada kesalahan dalam proses eksekusi, maka Ia bisa memanggil para petugas eksekusi. Jangan mengajak warga datang ke tempat eksekusi.

"Harusnya panggil saja, kenapa di eksekusi. Ngapain harus datang ke situ. Nanti kalau terjadi apa-apa emang mau anggota dewan itu bertanggungjawab?," pungkas Doktor Huda.

Sebelumnya, Nurul Huda juga menyayangkan adanya aksi penolakan eksekusi itu. Menurutnya aksi penolakan eksekusi tidak terjadi, karena eksekusi tersebut adalah hal yang harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dimana eksekusi lahan ilegal milik PT PSJ itu berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT NWR.

"Kan sudah jelas putusannya itu hal yang legal kenapa masyarakat mengintervensi putusan tersebut. Seharusnya negara jangan mau kalah dari orang-orang yang tidak taat pada putusan pengadilan. Saya pikir PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ) mestinya mengedukasi masyarakat yang berkonflik untuk menyelesaikan persoalan itu secara hukum, bukannya malah memancing masyarakat untuk terlibat dalam keributan yang seharusnya tidak perlu dilakukan," terang Nurul Huda.

Selanjutnya lagi kembali Doktor M. Nurul Huda menegaskan, hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, karena Indonesia adalah negara hukum maka sudah selayaknya masyarakat patuh dan tunduk pada mekanisme hukum yang telah ada, jika hal itu terus berlanjut maka akan ada konsekwensi hukum yang harus diterima bagi orang yang tidak taat hukum.

"Jangan lupa ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi eksekusi putusan pengadilan, itu bisa dipenjara satu tahun atau empat bulan, hal ini tertuang dalam pasal 212 atau 216 KUHPidana," tutup Dosen Pascasarjana UIR itu. (*/gp.1)


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar