Opini

Kritik Menohok Joe Kacau Terhadap Pernyataan Yusri Anggota DPRD Pelalawan Terkait Dugaan Greenwashing RAPP!

Penggiat sosial Pelalawan, Joe Kacau.

GARDAPOS.COM, PELALAWAN – Pernyataan keras anggota DPRD Pelalawan dari Partai Gerindra, Yusri SH, terkait dugaan praktik greenwashing dan eksploitasi ilegal hutan oleh PT RAPP dan mitra-mitranya memicu respons dan kritikan dari kalangan masyarakat sipil. Salah satunya datang dari penggiat dan aktivis lingkungan di Pelalawan yang dikenal dengan nama sapaan Jho Kacau.

“Kalau memang benar ada kerugian negara ratusan miliar rupiah, kalau memang terjadi praktik greenwashing yang sistematis, jangan hanya dilontarkan di media. Buktikan! Laporkan secara resmi ke KPK, KLHK, dan aparat penegak hukum. Sampaikan data ke publik secara terbuka,” ungkap Jho menyampaikan kepada awak media (31/5) di pangkalan kerinci.

Publik Butuh Transparansi, Bukan Sensasi

Jho menekankan pentingnya akuntabilitas dalam setiap tudingan publik, terutama yang dilontarkan oleh pejabat negara. Menurutnya, masyarakat Pelalawan berhak mengetahui sejauh mana data yang dimiliki Yusri dapat diuji secara hukum.

“Pernyataan politis memang bisa membangunkan kesadaran publik, tapi tanpa langkah hukum dan dokumen yang dipublikasikan, semua itu hanya akan jadi wacana sensasional kelompok politik!,” ungkapnya.

Ia menambahkan, tak jarang isu lingkungan dimanfaatkan untuk kepentingan politik jangka pendek tanpa hasil konkret. “Kami tak ingin isu ini hanya berhenti di headline. Kalau memang serius, libatkan masyarakat sipil dan media. Kami siap berada di garis depan,” ucapnya.

Usulkan Audit Sosial dan Sidak Mandiri

Lebih lanjut, Jho mendorong DPRD Pelalawan untuk membuka ruang dialog publik yang melibatkan perusahaan, masyarakat adat, penegak hukum, dan LSM. Ia bahkan menantang Yusri untuk membentuk tim investigasi independen.

“Ayo bentuk tim investigasi rakyat. Kalau memang ada perusahaan bodong, lokasi ilegal, atau modus manipulasi data, kita datangi bersama-sama. Jangan biarkan isu ini hanya hidup di media, lalu mati di lapangan,” pungkasnya.

Isu Serius Butuh Langkah Tegas

Jho mengaku tidak menutup mata terhadap potensi pelanggaran oleh korporasi besar seperti RAPP. Namun, ia mengingatkan bahwa penegakan hukum harus didasarkan pada bukti, bukan sekadar opini politik.

“Kalau sudah bicara soal kerugian negara, pelanggaran legalitas, dan manipulasi sosial, maka data harus segera diserahkan ke institusi yang berwenang. Jangan ditahan-tahan. Ini menyangkut masa depan lingkungan dan keadilan rakyat tempatan,” ujarnya.

Akui Kontribusi CSR, Jangan Bangun Narasi Sepihak

Meski kritis, Jho juga mengakui bahwa PT RAPP memiliki kontribusi nyata melalui program CSR yang berjalan di Pelalawan. Menurutnya, perlu dibedakan antara kritik terhadap praktik keliru dan apresiasi terhadap kontribusi positif perusahaan.

“CSR RAPP banyak membantu masyarakat. Bahkan dalam waktu dekat akan diresmikan lapangan minisoccer di Pangkalan Kerinci. Program kerja sama lahan dengan koperasi desa juga memberi manfaat langsung lewat sistem bagi hasil,” jelasnya.

Ia menekankan perlunya pendekatan yang seimbang antara pengawasan dan kolaborasi. “Kritik itu penting, tapi jangan sampai mengaburkan kenyataan. Rakyat butuh keadilan, tapi juga butuh kerja sama agar pembangunan berkelanjutan bisa terwujud,” ungkap Jho.

Dirinya menegaskan bahwa transparansi harus dikedepankan, dan semua pihak harus menjauhkan kepentingan politik tersembunyi dari isu-isu lingkungan.

“Riau dan negara ini butuh investor untuk membangun. Yang sudah baik harus didukung, yang belum baik harus diperbaiki. Tapi semua itu harus dilakukan dengan data, bukan hanya kata,” tutupnya.

Terungkap link berita dan pernyataan keras Yusri ini dilansir dari media reformasibangsa.co.id (28/5), bahwa ia menyebutkan tergelitik untuk menguliti sebuah korporasi yang bernama PT. Persada Karya Sejati (PKS). Perusahaan ini terdaftar sebagai mitra RAPP dalam program Hutan Rakyat (HR) yang harusnya menjalankan operasional Perusahaan berbasis rakyat dan dikelola diatas tanah milik Masyarakat.

Faktanya, PT. PKS adalah sebuah korporasi bisnis yang menguasai lahan eks Kawasan hutan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dan sejauh ini Perusahaan tersebut tidak pernah melakukan peralihan hak secara sah, artinya aktifitas perusahaan ini illegal.

“Tanaman Akasia di di areal tersebut telah ditanam sejak tahun 2000an dan sudah dipanen sebelum perusahaan mengantongi Izin Lokasi di tahun 2018, izin Usaha Perkebunan yang keluar di tahun 2020 serta sebelum Perusahaan mengurus Sertifikat Legalitas yang baru keluar di tahun 2021,” ungkap Yusri.

Kemudian lanjut ditegaskan Yusri, rantai pasok bahan baku industry yang didapat RAPP dengan pola perhutanan sosial merupakan aksi manipulasi sistem yang dilakukan perusahaan agar kayu kayu illegal yang di bawa ke pabrik kertas PT RAPP seolah sah secara hukum. Padahal sejatinya aktifitas itu bertentangan secara sosial dan hukum negara.

“Jadi kata Masyarakat itu hanya dipakai RAPP untuk pencitraan mereka, untuk greenwashing perusahaan bahwa mereka mendukung skema keberlanjutan. Padahal mereka manipulatif,” imbuhnya.[]


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar