Nasional

Ini Penjelasan HIPEMAROHI Pekanbaru Terkait Kado Untuk Panitia Kerja DPR RI Untuk Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB, HPL

Istimewa.

GARDAPOS.COM, PEKANBARU - Kejahatan pertanahan di Provinsi Riau masih terus berlangsung hingga kini. Satu per satu kawasan hutan Riau terus digerus, tanah dikuasai serampangan. Panitia Khusus (Pansus) Monitoring Perizinan Lahan Perkebunan di DPRD Riau misalnya, sebelumnya menemukan terdapat jutaan hektar lahan yang digarap secara ilegal dan ada yang berada dalam kawasan hutan oleh perusahaan perkebunan sawit. Selain itu ditemukan pula perusahaan yang membuka areal kebun di luar batas Hak Guna Usaha (HGU) atau bahkan mengembangkan  lahan untuk perkebunan sawit tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang digariskan oleh hukum yang berlaku di Indonesia. 

Harapan terhadap SATGAS Penertiban Perkebunan Ilegal Provinsi Riau yang dibentuk Gubernur Riau pun tak bisa dihandalkan. Tidak ada transparansi atas kinerja yang telah mereka lakukan. HIPEMAROHI (Himpunan Pelajar Mahasiswa Rokan Hilir) Pekanbaru dengan tegas menyatakan MOSI TIDAK PERCAYA terhadap Satgas tersebut. Kami meminta KPK melakukan monitoring terhadap personil SATGAS yang dicurigai terbukanya ruang permufakatan jahat bermotif GRATIFIKASI.

HIPEMAROHI Pekanbaru pun melakukan pemantauan langsung di lapangan guna membuktikan apakah kawasan hutan di Riau telah dikuasai oleh perusahaan kebun kelapa sawit secara Ilegal. Terbatas, HIPEMAROHI mengamati langsung terhadap suatu kawasan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Tanjung Medan (Sebelumnya Kecamatan Pujud) Kabupaten Rokan Hilir-Riau. Berdasarkan pengembangan investigasi,  perkebunan tersebut diduga sebagai kegiatan usaha yang menduduki, merambah, mengerjakan, dan/atau mengusahakan Kawasan Hutan tanpa izin atau dilakukan secara tidak sah untuk kegiatan perkebunan.

Oleh karenanya, HIPEMAROHI Pekanbaru menginginkan bahwa hukum harus ditegakkan terhadap setiap orang dan/atau badan hukum yang terkait, demi terwujudnya pengaturan hukum yang adil, bermartabat, dan tuntas. Hal itu untuk menjamin kepastian hukum terhadap keberadaan aktivitas perkebunan dalam Kawasan Hutan dan untuk menjamin rasa keadilan bagi masyarakat yang terdampak merugi secara ekologi dan ekonomi. Secara ringkas, uraian dibawah ini kami deskripsikan sebagai langkah awal validasi temuan tersebut :

Bagian 1. 

1. Berdasarkan interpretasi citra satelit yang dikonfirmasikan melalui Unit Pelaksanaan Tekhnis Kesatuan Pengelolan Hutan ( UPT KPH ) Bagan siapi-siapi, bahwa areal di 3 titik Koordinat : 1°28'46''N 100°26'01''E , 1°28'57''N 100°28'51''E dan 1°27'01''N 100°26'42''E merupakan Kawasan Hutan Lindung ; yang terhampar perkebunan seluas lebih kurang 2.500 hektar, yang diukur melalui fitur “Ukur” Web Google Earth terhadap perkiraan areal yang ditanami sawit.

2. Bahwa areal yang ditanami sawit tersebut merupakan kegiatan usaha perkebunan yang tidak terdokumentasi perizinan perkebunannya berdasarkan pernyataan pejabat di Dinas Perkebunan Provinsi Riau. (Hingga saat ini kami masih menunggu keterangan resmi dari Dinas terkait).

3. Bahwa areal yang dimaksud tidak dilekati hak atas tanah sebagai landasan hukum penting penguasaan tanah untuk areal perkebunan kelapa sawit dengan skala luasan tertentu, sebagaimana mungkin yang dimaksud oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau dalam kutipan ketiga surat Nomor: MP.01.02/3405-14/IX/2021 yang berbunyi: “Bahwa kegiatan pemantauan dan evaluasi yang saat ini telah dilaksanakan oleh jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya terhadap hak atas atas tanah yang telah diterbitkan, sesuai kewenangan dan ketersediaan anggaran. Tidak termasuk tanah yang belum dilekati oleh suatu hak atas tanah.”

4. Bahwa di areal tersebut tidak teridentifikasi sebagai kegiatan usaha perkebunan yang semestinya menjalani prosedur birokrasi perkebunan di Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, seperti misalnya dokumen lingkungan hidup melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Rokan Hilir.

5. Bahwa secara empirik, usia tanaman di areal tersebut di perkirakan berumur 15 tahun atau lebih dari masa tanam.

Berkenaan dengan hal tersebut, HIPEMAROHI Pekanbaru telah mempelajari secara seksama bahwa seluruh kegiatan usaha/budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun kami mencatat areal yang dimaksud menyalahi aturan yang berlaku dan terjadi penghianatan yang nyata terhadap Negara. Bukan hanya oleh pelaku utama nya, namun dimungkinkan juga oleh penyelenggara pemerintahan yang disinyalir melakukan pembiaran dan/atau bersengkongkol dengan pihak terkait. Kami menduga pihak terkait yang mengusahakan areal tersebut bersangkut paut dengan oknum yang Bernama Bonar Sianipar dan Edison Napitupulu. Maka perlu langkah-langkah inisiasi untuk melakukan penyelidikan,penyidikan  dan penindakan oleh stage holder yang berwewenang, untuk mevalidasi kajian yang telah kami lakukan.

Secara khusus, kami meminta dan mendesak kepada :

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk MENOLAK BERSENGKONGKOL dengan pihak terkait manapun dalam memberikan Hak Atas Tanah di areal yang kami maksud. Hal tersebut patut di antisipasi , sebab rekam jejak kinerja yang saling tumpeng tindih antara Kementerian ATR/BPN dengan  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dalam urusan dokumentasi pertanahan di kawasan hutan.

Bagian 2.

Kemudian daripada itu, Kami meminta kehadiran Panitia Kerja (PANJA) DPR RI ke Riau tidak hanya menjalani kunjungan seremonial dalam mengevaluasi pelanggaran-pelanggaran Hak Atas Tanah di Provinsi Riau. Kami meminta dan mendesak PANJA DPR RI mendalami temuan yang pernah dilakukan oleh Pansus Monitoring Perizinan Lahan Perkebunan DPRD Riau. Dan secara khusus, dengan tegas melakukan evaluasi yang komprehensif  terhadap:
1. HGU PT. Jatim Jaya Perkasa, Di Rokan Hilir
2. HGU PT. Salim Ivomas Plantation, Di Rokan HIlir
3. HGU PT. Karya Abadi Sama Sejati, Di Rokan Hilir
4. HGU PT. Tunggal Mitra Plantation, Di Rokan Hilir
5. HGU PT. Lahan Tani Sakti – ADE, Di Rokan Hilir

Akhirnya kami meyakini bahwa PANJA DPR RI UNTUK EVALUASI DAN PENGUKURAN ULANG HGU, HGB dan HPL menyadari betul pengelolaan kekayaan Sumber Daya Alam kita harus dioptimalkan demi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Sebagaimana di amanahkan UUD 1945.[]**


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar