Opini

Menteri Tidak Harus 'Munduuuuur-kan' Walapun Ditegor dan Beritanya Dimuat Di Media

DR. Emrus Sihombing, Komunikolog Indonesia.

GARDAPOS.COM - Presiden larang para menterinya bicara penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden. 

Larangan Presiden itu sangat jelas dan konkrit. Ketegasan itu sekaligus menunjukkan kekecewaan Presiden kepada menteri-menterinya yang beberapa pekan belakangan ini mewacanakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dengan menggunakan berbagai kemasan pesan komunikasi, baik tersurat maupun tersirat. Contoh pesan tersirat, memiliki big data 110 juta warganet yang meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.

Ketegasan Presiden ini sangat konsisten dengan pernyataanya sebelumnya terkait hal yang sama. Ketika itu ia mengatakan, "... ada tiga, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," 

Karena itu, menurut hemat saya, menteri yang (merasa) ditegor sejatinya mengundurkan diri saja dari jabatan menteri, jika masih punya "muka". Lain halnya jika sudah tidak punya "muka".

Menurut hemat saya, ada dua menteri, satu menko dan satu menteri sabagai bagian dari menko tersebut yang gradasi intensitasnya tinggi "men-TOA-kan" penundaan pemilu dan atau perpanjangan masa jabatan presiden ke ruang publik.

Sedangkan satu menteri yang juga ketua umum partai, menyampaikan subyek yang relatif sama ke ruang publik, namun dengan gradasi sangat rendah. Sebab, ucapannya itu tidak agenda politik di fraksinya di Senayan. Bisa jadi menteri yang bersangkutan hanya sekedar menyampaikan pesan dari orang/aktor politik yang mempunyai motif komunikasi politik prakmatis.[]


Penulis: DR. Emrus Sihombing, Komunikolog Indonesia, Rabu 6 April 2022.


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar