Hukrim

Kecam Penahanan Ijazah Karyawati Swalayan Mandiri, Nofri Penggiat Buruh : Pemda Pelalawan Jangan Kecolongan Lagi dan Abai Terhadap Ketidakadilan Menimpa Pekerja!

Swalayan Mandiri di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. (Foto doc.gardapos)

GARDAPOS.COM, PANGKALAN KERINCI — Dari sekian deretan catatan kasus Swalayan Mandiri Pangkalan Kerinci, di Kabupaten Pelalawan, mulai terkait dugaan praktik perjudian dengan modus gelanggang permainan (Gelper), hingga tak bayar pajak retribusi (2017) beberapa tahun lalu, kini dipertengahan tahun 2025 kembali berulah diduga menahan ijazah karyawannya.

Terungkapnya kasus ini, Minggu (25/5) telah menjadi sorotan aktivis buruh dan mahasiswa Universitas Terbuka Pekanbaru, Nofri Hendra, ia mengecam keras tindakan manajemen Swalayan Mandiri menahan ijazah milik karyawati bernama Suci Rahmadana.

Tidak hanya itu, Suci juga terpaksa untuk membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari pekerjaannya meski masa kontraknya belum berakhir.

Suci diketahui mulai bekerja sejak Februari 2023 sebagai staf stand, kemudian menjabat sebagai kasir dengan upah bulanan sekitar Rp3.200.000. Namun pada April 2025, ia dipanggil ke ruangan oleh pihak manajemen.

"Waktu itu saya dipanggil ke ruangan, ada Ibu HRD dan kepala toko. Mereka bilang saya termasuk salah satu orang yang kena PHK, dan saya disuruh pindah ke Pekanbaru. Karena orang tua saya tidak mengizinkan, saya tidak punya pilihan lain, Pak. Akhirnya saya mengundurkan diri," ungkap Suci.

Pengunduran diri itu dilakukan pada 25 April 2025, padahal kontraknya masih berlaku hingga September 2025. Hingga berita ini ditulis, ijazah asli serta surat rekomendasi kerja yang seharusnya menjadi hak pekerja belum juga diberikan oleh pihak manajemen.

“Saya hanya ingin ijazah saya dikembalikan dan hak-hak saya diberikan sebagaimana mestinya,” ujar Suci kepada wartawan dengan nada harap.

Pihak Swalayan Mandiri, Fikky Silvana (HRD) saat dilakukan upaya konfirmasi oleh wartawan melalui pesan singkat belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini.

Tindakan menahan ijazah ini adalah merupakan bentuk pelecehan terhadap pekerja dan pelanggaran terhadap hak asasi, pungkas Nofri penggiat buruh di Pelalawan.

“Penahanan ijazah dan pemaksaan untuk membuat surat pengunduran diri adalah bentuk kekerasan non-fisik terhadap buruh. Ini bukan soal administrasi, ini soal penghormatan terhadap hak dasar pekerja. Perusahaan tidak bisa sewenang-wenang,” pungkasnya.

Ia juga mendesak agar dokumen pribadi milik Suci ini segera dikembalikan dan hak-haknya dipulihkan.

“Kami menyerukan agar pemerintah daerah, Disnaker, dan lembaga pengawas ketenagakerjaan bertindak cepat menangani kasus ini. Jangan sampai ketidakadilan terhadap pekerja dibiarkan terjadi tanpa sanksi,” tutup Nofri.

 

(gp5/gpc)


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar