Nasional

Jalan Berkeadilan Kunci Sukses Pengembangan Program B 40

(Ist).

GARDAPOS.COM, JAKARTA -Jokowi Centre menyelenggarakan workshop bertajuk Menaja Jalan Sama Rata Bagi Petani Sawit Rakyat Menuju Implementasi B 40 pada 28 Agustus 2021. Hal ini dilakukan sebab sejak Desember 2019, Presiden Indonesia secara resmi mengeluarkan program mandatori B30, yaitu kewajiban untuk mencampur biodiesel sebesar 30% terhadap total bahan bakar diesel serta diproyeksikan pada tahun depan akan menjadi titik transisi dari program B 30 ke program B 40.

Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM (2020) pelaksanaan program B 30 bisa menghemat devisa negara sebesar Rp 63 triliun. Suatu angka fantastis ditengah kabut ketidakpastian ekonomi nasional imbas pandemic Covid- 19. Selain mengikat kuat cadangan devisa, implementasi program B 30 mampu mendorong target National Determined Contribution (NDC). Kalkulasi Kementerian ESDM (2020) menyebutkan akan terjadi penurangan emisi GRK sebesar 14.25 juta ton CO2 atau setara dengan emisi yang dihasilkan dari 52 ribu bus kecil. Setali tiga uang, kondisi ini menghantarkan kita pada pembangunan yang mengedapankan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Pengembangan biodiesel bila dituntun dengan kompas yang tepat dapat membuat Indonesia keluar dari kubangan bahan bakar fosil, mengurangi defisit transaksi berjalan, serta mengokohkan ketahanan dan keamanan energi nasional. Turunan lainnya yang akan timbul adalah kestabilan harga CPO serta merangsang pertambahan nilai akibat dari hilirisasi industri kelapa sawit. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan dalam sambutan pembukannya menjelaskan bahwa pemerintah akan terus melanjutkan program biofuel ini untuk memperkuat kedaulatan energi. Pencipataan tatakelola bahan bakar yang berkeadilan tentu menjadi tantangan.

“Manfaat serta keuntungan dari pengembangan bahan bakar nabati ini juga bisa turut dirasakan oleh masyarakat”, jelas Abetnego Tarigan.

Performa produktivitas perkebunan sawit rakyat agak keteteran. Data BPS (2020) memaparkan dari segi produktivitas perkebunan di tahun 2019, perkebunan besar swasta mempunyai produktivitas tertinggi lalu diikuti perkebunan besar negara dengan produktivitas masing-masing sebesar 4.445 kg/ha dan 4.417 kg/ha. Sementara produktivitas perkebunan rakyat diperkirakan sebesar 3.436 kg/ha. Bila dibandingkan dengan Malysia, produktivitas perkebunan sawit Indonesia masih jauh ketinggalan. Maka itu program replanting yang dijalankan haruslah menggunakan bibit unggul. Daniel Johan dari Komisi 4 DPR RI
mengatakan bahwa DPR RI juga serius mengawal penggelolaan dana BPDPKS agar kembali ke masyarakat melalui program peremajaan sawit rakyat yang lebih maksimal. “Kami juga mendorong agar dana sawit bisa membangun pabrik CPO di basis produksi sawit rakyat”, ujar legislator dari fraksi PKB ini.

Hal serupa turut disampaikan oleh Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit. Ia menegaskan bahwa program B30 masih minim melibatkan petani sawit. Fokus pendanaan BPDP-KS masih fokus pada PSR bukan pada penguatan posisi petani mencakup pengetahuan, pendampingan dan pembangunan kelembagaan tani, serta insentif bagi biodiesel.

“Untuk itu peningkatan program B 40 di tahun depan bukan pilihan tepat sebelum adanya perbaikan tata kelola dan pelibatan petani sawit dalam rantai pasok”, pungkas Mansuetus.

Pertumbuhan ekonomi yang dikontribusikan oleh sektor industri kelapa sawit bila tidak dintrusi dengan nilai – nilai yang berkeadilan bagi pihak yang terlibat di dalamnya tidak akan membuat industri kelapa sawit berkelanjutan. Apalagi dalam mengejar target pemerintah dalam pengembangan program B 40. Untuk mencapai kapasitas produksi yang memadai maka kunci yang harus dipenuhi adalah pemberdayaan bagi pekebun sawit rakyat.

Prof. Bungaran Saragih Menteri Pertanian era Presiden Gusdur dan Megawati dalam workshop ini menjelaskan bahwa pengembangan program biodiesel sudah memiliki arah yang tepat dengan pencapaian yang efektif. “Create demand dengan mengembangkan program biodiesel dari B 1, B 10, B 20, B 30 bisa mempertahanakan harga sawit dunia. Ini adalah usaha untuk mempertahankan harga itu, kalau tidak ada program biodiesel saya pikir lima tahun yang lalu sudah bangkrut para petani kita, sudah ditebang sawitnya”, ungkap guru besar agribisnis dari IPB University ini. Kontribus petani dari pengembangan program biodiesel adalah dengan cara meningkatkan produksi dan usahanya bisa berlanjut. Namun masalahnya banyak petani kita memiliki lahan di kawasan hutan sehingga tidak bisa melangsungkan program PSR, sehingga perlu memberikan legalitas kepada petani, tutup
Bungaran.[]**


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar