Jadi gagasan perubahan dan keberlanjutan menjadi dua gagasan yang seolah saling tarik menarik. Padahal 2 kata itu merupakan gagasan yang mustahil dapat dipisahkan. Karena dimana ada perubahan pasti ada keberlanjutan, begitu juga sebalik nya.
Namun di akhir menjelang penutupan, satu hari sebelumnya Prabowo mengumumkan memilih Gibran Rakabuming Raka menjadi Calon Wakil Presiden, hal tersebut menjadi makin sontak seluruh perbincangan di media sosial dan masyarakat nyata. Karena jokowi yang dipersepsikan dengan dekat dengan rakyat, kini berubah menjadi sosok yang mengedepankan keluarga tentu hal ini mengecewakan masyarakat, karena keputusan itu dinilai menguburkan kepercayaan masyarkat kepada Jokowi sendiri, dan argumentasi memilih Gibran sebagai Cawapres adalah karena dinilai lebih dekat dan bahkan anak kandung sendiri, tentu tidak perlu diragukan soal misi keberlanjutan Jokowi.
Hal inilah yang menjadi perdebatan dan diskusi yang menarik tentang Dinasti Politik, tentu isu tersebut digunakan oleh lawan politik maupun pemerhati demokrasi di Indonesia. Tapi yang harus kita cermati secara mendalam, secara hukum positif persoalan dinasti politik tidak ada undang-undang yang melarang. Jika adapun aturan yang melarang kembali perdebatan tentang hak politik seseorang, dimana seorang warga negara berhak untuk dipilih dan memilih, tentu hal ini menjadi permasalahan yang saling tarik menarik dan berhadapan tanpa ujung. Namun Jokowi harus mengetahui sanksi sosial yang akan berlaku di masyarakat itu jauh lebih berdampak dari aturan yang melarang, karena masyarakat memiliki kebebasan dalam menilai seseorang, apalagi seorang pejabat publik, tentu masyarakat lebih memiliki hak untuk menilai atas perilaku yang dipertontonkan oleh pejabatnya yang sering tidak menyesuaikan ucapan dan perbuatannya. Sanksi sosialnya ini jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan aturan.
Maka dalam hal ini cukup membuat kita teringat dengan ucapan seorang pejuang kemerdekaan sekaligus pahlawan nasional kita yakni M Natsir beliau mengatakan "kita hidup berbangsa dan bernegara janganlah membangun sambil meroboh". Kalau kita interpretasikan bahwa Pemerintahan yang dipimpin Joko Widodo fokus membangun infrastruktur yang luas biasa sebagai mercusuar di Republik ini, tapi disisi lain Jokowi menghalalkan segala cara untuk memposisikan anaknya sebagai cawapres, tanpa melalu proses yang matang, kemudian menabrak proses konstitusi yang seharusnya Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan wewenang tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), karena hal tersebut sebagai 'Open Policy' yang hanya berwenang lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang, kemudian disisi lain masyarakat luas sangat mengetahui bahwa ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman juga sebagai adik Ipar Jokowi. Jadi semua hal yang dibangun Jokowi hari ini telah meruntuhkan kepercayaan publik hanya dengan berambisi memposisikan anaknya sebagai cawapres, tanpa kapasitas yang mempuni.
Sekali lagi kita sebagai masyarakat Indonesia wajib hukumnya untuk terus mengingatkan kepada Presiden Jokowi untuk kembali mengembalikan kepercayaan masyarakat yang begitu besar. Karena kita di Indonesia diumpamakan seperti sebuah kapal, yang kemudi ini dikendalikan oleh Presiden, kita sebagai penumpang yang sama didalam kapal tersebut harus mengingatkan kalau ada yang bocor atau ada masalah didalam kapal tersebut, karna kalau kita hanya sibuk memuji tanpa mengoreksi, akibatnya kita sebagai masyarakat akan ikut tenggelam dengan kapal yang sama. Dan dalam sejarahnya dinasti politik ini tidak ada dampak positif nya bagi masyarakat karena akan menghambat orang yang seharusnya memiliki kapasitas memimpin akan kehilangan kesempatan dan kesetaraan, karna kalah dengan anaknya Presiden yang secara pengalaman dan kapasitas masih jauh harus diuji. Yang dirugikan dalam hal inilah masyarakat itu sendiri. Ini tentang Republik Indonesia yang dalam sejarahnya dimerdekakan untuk semua rakyat bukan hanya segelintir keluarga, kelompok, tapi harus seluruh masyarakat.
Dan terkahir sebagai penutup penulis ingin menyampaikan, bahwa Presiden Jokowi lupa bahwa dipilih pada pemilihan presiden 2024 karena Presiden sebelum tidak menggunakan kesempatan tersebut, begitu juga ketua umum partai Demokrasi Indonesia perjuangan (PDIP) Megawati yang mengusungnya saat itu masih memiliki kesempatan namun beliau menghentikan keinginan nya atau memberikan peluang kepada anaknya Puan Maharani, namun hal itu tidak dilaksanakan dan memberi kesempatan itu kepada Pak Jokowi. Jadi kalau kita boleh jujur orientasi Pak Jokowi saat ini menyempit dari dulunya untuk rakyat luas, kemudian mengutamakan relawan atau sebagian kelompok dan kemudian terakhir di keluarga. Jadi pada saat ini Jokowi sedang menguburkan harapan dan kepercayaan masyarakat Indonesia. Karena dipersepsikan sebagai sosok negarawan, kini berubah menjadi sosok yang sedang krisis kepercayaan. Dan sama sama masih kita ingat nasehat lama "jika, kamu ingin melihat karakter seseorang beri dia kekuasaan"
Kecerdasan pemilih nantilah,yang akan membawa Rakyat dan Bangsa ini lebih baik.
Tulis Komentar