Dari hasil studi tersebut, PT. Chevron Pacific Indonesia yang dulunya bernama PT. Caltex Pacific Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya telah menyebabkan terjadi pencemaran dan kerusakan Lingkungan Hidup.
Demikian pernyataan ini disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Riau, H Sugianto SH kepada wartawan, Senin (18/7/2022).
Ia menjelaskan, dari dokumen SEL tersebut, sebut Sugianto yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Komisi 2 DPRD Riau ini, air terproduksi dalam jumlah yang banyak dan suhu tinggi menyebabkan 'thermall pollution' atau polusi panas.
Jadi, kenaikan suhu air bisa mengubah kondisi ekosistim rawa dan habitat biota air yang pada gilirannya berdampak pada kehidupan biota air tersebut, khususnya ikan, plankton dan benthos, pungkas Sugianto.
Sebagaimana diketahui, biota air bisa bertahan bila perubahan suhu habitatnya sekitar 5°c. Dengan demikian, dampak pembuangan air terproduksi terhadap suhu air kanal/rawa di Bangko bersifat negatif dan sangat besar.
Dampak polusi panas pada perairan telah terjadi di Sp Bekasap, karena dari tahun pertama pengamatan (SEL) sampai akhir monitoring (Januari 1992) temperatur tetap berkisar 59°C.
Dalam dokumen SEL tersebut, juga terbukti dari daerah hutan yang terlewati aliran air terproduksi, pohon-pohon merangas dan kalaupun tumbuh akan kurus.
"Ini dia akibatnya keadaan itu di dukung oleh kriteria pertumbuhan tanaman yang di nyatakan NTAC bahwa pertumbuhan tanaman akan terganggu jika temperatur air yang melewatinya lebih kecil dari 12°c atau lebih besar 30°c," ungkap Sugianto.
Kemudian, pada stasiun pengumpul jorang juga terlihat adanya vegetasi yang meranggas seluas ± 1 Ha, akibat dari tumpahan minyak yang meresap ke dalam tanah. Sehingga, dengan kondisi perakaran yang tertutup oleh minyak, menyebabkan tambuhan tersebut tidak dapat hidup.
"Dampak lingkungan yang terjadi sekarang ini bersifat permanen selama PT. Caltex Pacific Indonesia beroperasi. Luas daerah dampaknya untuk masin-masing sumur bervariasi dengan luas rata-rata ± 1 Ha dan total areal yang dibuka adalah 7.648 Ha," ujar Sugianto.
Lanjutnya, menurut sahabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya ini, akibat dari pembukaan hutan tanpa izin penggunaan Kawasan Hutan oleh PT CPI ini juga menyebabkan menurunnya populasi satwa liar di sekitar areal.
Terhadap biota perairan, baik yang hidup di kanal maupun yang hidup di sungai telah terkena dampak akibat kegiatan pembuangan air terproduksi, karena parameter minyak dan lemak.
Semua kanal di wilayah Bekasap-Rokan, yang menampung air terproduksi mempunyai konsentrasi minyak dan lemak di atas 1 ppm. Tingginya kadar minyak dan lemak yang tersuspensi dalam air akan mengakibatkan terpengaruhnya permukaan "epithelial" insang ikan sehingga respirasi terganggu.
Selain itu, dengan konsentrasi minyak bumi di perairan sebesar 1,0 mg/l dapat menyebabkan tainting pada ikan walaupun pada konsentrasi tersebut ikan belum mengalami keracunan.
Terhadap perusakan hutan dan penggunan kawasan hutan tanpa izin serta pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT CPI tersebut sampai saat ini tidak pernah dilakukan pemulihan lingkungan hidup dan ganti rugi lingkungan hidup maupun ganti rugi terhadap masyarakat yang terdampak, katanya.
"Menurut UU 32/2009 tentang PPLH dan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bahwa tanggung jawab pemulihan fungsi lingkungan hidup tetap berada pada PT Chevron Pacific Indonesia, atau dapat dilaksanakan oleh PIHAK KETIGA yang ditunjuk oleh Menteri LHK atau Gubernur Riau dengan beban ditanggung biaya pihak yang mencemari atau merusak lingkungan (PT CPI), jadi bukan ditugaskan oleh SKK MIGAS atau ditunjuk oleh PT Pertamina Hulu Rokan," ungkap Sugianto lagi.
Dalam kasus ini, Sugianto menegaskan, bahwa pemerintah jangan diam saja dengan persoala tersebut. Dia meminta pemerintah menindaklanjuti hasil studi ini dan memberikan sanksi tegas.
"Jangan malah menghapus dosa PT CPI dalam mencemarkan lingkungan. Jangan sampai uang pemulihan habis tidak jelas karena dititipkan di SKK Migas," tutupnya.*** (tim/wan)
Tulis Komentar