DLHK Riau Diminta Hentikan Aksi Penebangan Pohon Sawit Milik Petani

Tim Kuasa Hukum PSJ Akan Gugat DLHK Riau dan Tuntut Ganti Rugi Rp12,4 Triliun

Dr. Muhammad Nurul Huda, S.H.,M.H, di Langgam, Pelalawan, Desember 2019. (Foto Istimewa)

GARDAPOS.COM, PELALAWAN - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, pada Rabu 22 Januari 2020 telah dikirimi surat oleh Kepala Tim Kuasa Hukum Peputra Supra Jaya (PSJ), Dr. M. Nurul Huda dan Partner yang intinya "agar pihak DLHK segera menghentikan aksi penebangan pohon kelapa sawit milik petani serta bapak angkatnya" di Desa Gondai, Langgam, Kabupaten Pelalawan-Riau.

"Ya surat sudah dilayangkan Rabu (22/1) isinya meminta supaya DLHK Riau menghentikan aksi penebangan pohon kelapa sawit milik petani dan bapak angkatnya, terkait eksekusi lahan PT PSJ dan selain itu surat juga sudah kami sampaikan ke sejumlah stakeholder terkait serta Gubernur Riau, Syamsuar," pungkas Doktor Huda.

Kemudian lanjut Dr. M.N Huda kepada gardapos, Kamis (23/1) di Pekanbaru bahwa, apa yang telah terjadi dilakukan oleh DLHK sudah membuat kegaduhan dan sudah mengangkangi produk hukum yang ada, maka dari itu kami minta DLHK segera menghentikan kegiatan penebangan pohon kelapa sawit tersebut, tegas Huda, Manajer tim kuasa hukum PSJ.

Pelanggaran apa yang telah dilakukan DLHK Provinsi Riau dalam hal ini, Dr. Huda tegas mengungkapkan bahwa:
1. DLHK sudah mengangkangi pasal 7 ayat 2 huruf F dan pasal 55 U 30 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
- Dalam pasal 7 ayat 2 huruf F itu disebut bahwa Pemerintah wajib memanggil masyarakat terkait persoalan Putusan Tata Usaha Negara, kemudian di pasal 55 itu dikatakan, setiap keputusan TUN wajib mempertimbangkan aspek hukum, sosiologis dan aspek filosofis. Dua ini enggak dipakai mereka,

2. DLHK dalam hal ini sudah melampau dan mencampuradukkan wewenang;

Penjelasan tersebut dilansir dari gatra, Rabu (22/1) ditegaskannya bahwa:
"Pejabat yang terlibat dalam eksekusi itu bisa diberhentikan secara tidak hormat dan bisa dipidanakan dengan alasan penyalahgunaan jabatan. Pejabat ini juga bisa diseret ke Pengadilan Perdata lantaran dia sudah melakukan perbuatan melawan hukum. Untuk Pengadilan Perdata ini, si pejabat diancam ganti rugi," ujarnya.

Kemudian lanjutnya dalam pelaksanaan eksekusi pidana itu macam-macam. Kalau pelaksanaan eksekusinya Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap suatu putusan pengadilan, itu bisa serta merta dilaksanakan. Tapi, kalau pelaksanaan putusan Pengadilan tersebut diserahkan kepada eksekutif (DLHK), mestinya DLHK mendengarkan dulu pendapat masyarakat. Bisa saja dengan mengundang masyarakat untuk membicarakan terkait apa yang bakal dieksekusi, pungkas Dr. M.N Huda.

Makanya, atas dasar itulah Tim Kuasa PSJ meminta mulai Rabu (22/1), DLHK Provinsi Riau untuk segera menghentikan penebangan pohon sawit dan pejabat TUN terkait, dapat segera mencabut keputusan pelaksanaan eksekusi. Kalau permintaan tersebut mereka abaikan, kami akan gugat ke PTUN, Pengadilan Negeri dan buat laporan pidana atas sederetan pelanggaran mereka lakukan yang sudah berbau perdata dan pidana, ungkapnya.

Kemudian tutupnya terkait soal perdata, pihaknya akan menuntut ganti rugi sebesar Rp12,4 triliun dan kamipun sudah meminta pihak Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau untuk menghitung kerugian tegakan pohon kelapa sawit tersebut," pungkas Dr. Huda, Manjer tim kuasa hukum Peputra Supra Jaya (PSJ). (*/gp.1)


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar