Pada hari Kamis, tanggal 5 September 2024, tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Pelalawan melakukan peninjaun lapangan dan pengambilan titik koordinat terhadap obJek tanaman kelapa sawit diluar HGU PT Serikat Putra yang tengah berkonflik dengan masyarakat dari 13 desa dan 1 kelurahan di Kecamatan Bandar Petalangan dan Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan.
Komposisi Tim GTRA ini meliputi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Perkebunan dan Peternakan (DISBUNAK), Dandim 0313/KPR, Kapolres Pelalawan, Kejari Pelalawan, Kabag Tapem dan kerjasama Setda Kabupaten Pelalawan, Camat Bandar Petalangan, Camat Bunut, perwakilan masyarakat dan PT. Serikat Putra.
Adapun desa yang masuk dalam ruang lingkup (objek diluar HGU) PT. Serikat Putra di Kecamatan Bandar Petalangan yaitu; Kelurahan Rawang Empat, Desa Sialang Godang, Sialang Bungkuk, Desa Lubuk Raja, Desa Air Terjun, Desa Terbangiang, Desa Tambun, Desa Lubuk Terap, dan Desa Angkasa.
Dan, untuk wilayah di Kecamatan Bunut meliputi; Desa Balam Merah, Desa Sialang Kayu Batu dan Desa Lubuk Mandian Gajah.
Kasus ini sudah bergulir dan masuk dalam gugatan di PN Pelalawan, dimana agendanya hari ini Jumat, 6 Agustus 2024 akan sidang lapangan. Kita berharap persoalan ini secepatnya menjadi atensi bupati Pelalawan, sebagai tanda komitmen pemerintah mementingkan kebutuhan masyarakat,” pungkas Amri Ketua Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH).
Disisi lain Amri ketua Aliansi jurnalis penyelamat lingkungan hidup (AJPLH) kabupaten Pelalawan mengatakan bahwa
"Ya, konflik agraria ini sudah terlalu lama dari masa ke masa dan sudah berpuluh tahun. Bupati sudah berulang kali berganti, namun baru kali ini ada yang namanya tim GTRA bisa turun langsung ke lokasi konflik antara masyarakat dengan PT. Serikat putra dan ternyata fakta dilapangan kami melihat kondisi dari DAS yang ditanami sawit dekat sekali dengan bibir sungai, pembuatan parit gajah berdekatan dengan pemukiman penduduk, lahan yang berada dalam kawasan hutan, lahan di luar HGU, ini semua sampai hari ini kita temukan di korporasi yang bergerak dibidang perkebunan sawit yakni; PT. Serikat Putra." ungkap Amri.
Kemudian diketahui berdasarkan gugatan organisasi masyarakat Garuda Bertuah Melayu (GBM) Petalangan yang telah bergulir di Pengadilan Negeri Pelalawan yang diwakili Ketua Badan Pengawas Deky HR mengatakan, turunnya GTRA Kabupaten Pelalawan ke PT. Serikat Putra ini merupakan tindak lanjut dari hasil musyawarah masyarakat dengan Pemkab Pelalawan beberapa waktu yang lalu di kantor BPN/ATR dan kantor Bupati Pelalawan terkait konflik agraria yang selama ini terjadi antara masyarakat dan PT. Serikat Putra.
Kami, menemukan fakta dilapangan bahwa PT Serikat Putra diduga keras menggarap lahan diluar Hak Guna Usaha (HGU). Berdasarkan data dan bukti dilapangan diduga di areal perkebunan PT. Serikat Putra ditemukan dibeberapa lokasi berada di luar HGU dan berada dalam Kawasan Hutan.
"Ya, diketahui areal lahan perkebunan diluar HGU diperkirakan 400 hektar dan berada dibeberapa desa di Kecamatan Bandar Petalangan dan Kecamatan Bunut, dan 183 hektar dalam Kawasan Hutan,” ujar Deky.
Ironisnya lagi, tidak tangung-tanggung ada sekitar 400 hektar luas daerah sepadan sungai yang ditanami sawit oleh PT. Serikat Putra sepanjang sungai kerumutan 12 Km, sungai terbangiang sepanjang 10 Km, sungai air terjun sepanjang 5 Km, sungai lubuk ajo sepanjang 5 Km, sungai tangguk tinggal 4,5 Km, sungai sadak 3,5 Km dengan panjang keseluruhan 40 Km, ungkap Deky kepada media.
"Dengan adanya fakta data terkait diduga telah mengelola lahan diluar HGU dan diduga telah mencaplok lahan masyarakat disekitarnya, "kami berharap kepada semua pihak terkait supaya perusahaan ini diberi sanksi tegas sesuai peraturan dan Perundang-Undangan yang berlaku, karena sudah banyak keuntungan perusahaan yang mereka raup dengan cara mengolah lahan diluar HGU nya," ungkap Deky.
Kemudian menurutnya menduga negara juga sudah dirugikan! karena pajak yang tidak dibayarkan perusahaan karena lahan tersebut di luar HGU, pungkasnya.
Tralaili sebagai Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu (DPH LAM) Riau sekaligus tim percepatan penanganan konflik badan pertanahan agraria Provinsi Riau dan GTRA Propinsi Riau turun langsung ke PT. Serikat Putra untuk meninjau langsung pengukuran kembali tanaman perkebunan kelapa sawit perusahaan ini sesuai titik koordinat data GTRA Kabupaten Pelalawan.
Kami, datang kesini atas undangan masyarakat untuk meninjau lokasi pengukuran lahan kelebihan HGU perusahaan sesuai titik koordinat di lapangan. Dimana masyarakat mengadu ke LAM Riau meminta agar dicarikan jalan keluar atau penyelesaian terhadap pengelolaan lahan diluar HGU. Kita sudah tanggapi, dan sudah tiga kali ini kita turun ke lokasi melihat kondisi dilapangan seperti apa, dan tuntutan penyelesaiannya seperti apa? Jelas Tralaili.
Kemudian lanjutnya, permasalahan ini telah dibawa ke tingkat nasional ke kementrian sebagai bukti keseriusan LAM Riau dalam menangani konflik tersebut. “Dari 13 prioritas konflik agraria yang ada di Riau, ini merupakan ke 9, jelas Tralaili.
“Bukti keseriusan pemerintah kabupaten Pelalawan sudah mulai nampak, dimana kita tadi melihat Tim GTRA turun ke lokasi. Apapun hasilnya nanti kita berharap di tingkat kabupaten dalam hal ini Bupati Pelalawan dapat menyelesaikan nya dengan baik, supaya ada keadilan bagi masyarakat tempatan. Untuk Perusahaan, kita juga tidak menutup mata mereka berinvestasi di tempat kita, tetapi jangan sampai tidak ada empati terhadap masyarakat sekitar perusahaan," ungkapnya.
Ironis memang, banyak persoalan mulai dari DAS, HGU, dan Kawasan Hutan perlu kajian serius dari berbagai pihak untuk mencari solusi yang terbaik. Sekali lagi kami berharap kepada Pemkab Pelalawan dan jajarannya agar secepat nya menyelesaikan permasalahan ini,” ujar Tralaili.**
Tulis Komentar