Hukrim

Warga Telah Melaporkan Ke Polda Riau, Ada Dugaan Pembiaran Mafia Tanah dan Konflik Lahan Hingga Rumah Nelayan Bencah Seratus Dibakar OTK!

GARDAPOS.COM, KAMPAR (TAPUNG HILIR) - Para petani nelayan Dusun Bencah Seratus, Desa Kota Garo, Tapung, Kampar, Riau, pada hari Selasa 21 November 2023 dini hari sekira pukul 02:30 WIB saat mereka tengah pulas tidur/beristirahat di pondok nya tiba-tiba terdengar suara gaduh sekelompok orang yang membuat Bowo (47), seorang warga, terjaga.

Demikian diceritakan Bowo kepada wartawan, lanjutnya semula Bowo mengira, suara tersebut berasal dari rekannya sesama nelayan. Tetapi, dia menaruh rasa curiga atas suara gaduh itu.

Kemudian kata Bowo, ia mencoba memanggil temannya, seraya menyalakan senter. Ternyata, yang terlihat justru sekelompok orang tak dikenal (OTK) menggunakan penutup muka.

Lantas, terlihat nyala api yang  membakar pondok nelayan. Para OTK itu, tampaknya, sudah mulai membakar pondok-pondok para nelayan.

Padahal, pondok-pondok itu, baru saja rampung untuk menggantikan pondok lama yang sudah berusia puluhan tahun.

Gerombolan OTK ini kemudian meneriaki dirinya (Bowo, red) dan melepaskan beberapa tembakan yang melubangi pondoknya. Bowo dan rekannya ketakutan dan berlindung ke pondoknya.

Para OTK mendatanginya. Memukulinya bertubi-tubi. Lantas, diancam dengan todongan senjata api.

Dalam kondisi lemah akibat pukulan beruntun, dan melihat para gerombolan OTK bersenjata api ini lengkap dengan senjata "laras panjang" dan pistol itu, tentu saja Bowo tidak berkutik, pungkasnya.

Tak sampai disitu. Para OTK malah mengikat kedua tangan dan kedua  kaki Bowo denga tali plastik (rafeah).

"Kemudian mereka menyarungkan kantong plastik ke kepala saya," kata Bowo kepada wartawan, Rabu (22/11).

Rekan Bowo sesama nelayan, Jaka (27) juga mendapat perlakuan yang sama dari kelompok OTK ini. Jaka dipukuli, diancam dengan pistol dan senjata laras panjang.

Jaka dipopor laras senjata, diikat dengan tali rafeah dan kepala juga ditutupi plastik. Setelah itu,  komplotan ini membakar habis pondok nelayan yang baru saja rampung.

Syafri (33) yang ada di pondok lain lagi, diteriaki dan diancam agar keluar dari pondoknya. Para pelaku ini kemudian melepaskan tembakan juga untuk menakuti Syafri dan keluarganya.

Syafri yang merasa ketakutan karena sedang berada di pondok bersama istri dan anaknya yang berusia 6 tahun, lantas menyuruh istri dan anaknya untuk menceburkan diri ke Sungai Tapung.

Syafri sendiri sempat menolong Bowo melepaskan ikatan, lalu turut menyelamatkan diri bersama anak-istrinya dan bersembunyi di perkebunan sawit sampai pukul 6 pagi hari.

Menurut pengakuan Jaka dan Bowo, para pelaku ini berjumlah sekitar 6 orang. Berbadan tegap, menggunakan penutup muka dan berbicara dalam logat daerah tertentu.

Tiga orang di antaranya terlihat membawa senjata genggam (pistol) berjenis FN. Dua orang lagi, menenteng senjata laras panjang.

"Salah satu senjata api mereka terlihat mirip dengan yang biasa digunakan aparat keamanan. Satu  lagi terlihat seperti senjata rakitan," kata Jaka.

Anehnya, para pelaku ini juga mengenali nama-nama para nelayan. Korban sempat juga mendengar salah seorang pelaku memanggil nama seorang rekannya.

Di dampingi Pengacara Ali Husin Nasution, warga nelayan ini telah melaporkan peristiwa penembakan, pengancaman dan penganiayaan itu, ke Polda Riau.

Tokoh Masyarakat setempat, Mukti Arifin meminta pihak kepolisian segera mengungkap perlakuan biadab itu.

"Sudahlah tanah Masyarakat tempatan dirampas, hutan di luluh lantahkan, Nelayan pun dianiaya dan dibakar kediamannya. Sungguh biadab," katanya.

"Sebenarnya, polisi tidak terlalu susah untuk mengungkap kejadian ini. Karena otak pelakunya sudah jelas," kata Pengacara warga, Ali Husin Nasution, S.H..

Akar Masalah

Seperti ramai diberitakan sebelumnya, konflik lahan antara masyarakat petani/nelayan dengan pihak CV. ARB (Hansen William cs) dan Acin ini, sebenarnya, sudah meruncing sejak peristiwa pembakaran, 19 Oktober 2023 oleh sekelompok OTK.

Kini kejadian serupa kembali terulang bahkan melibatkan tindak kekerasan. Warga yang menduga OTK yang melibatkan oknum aparat ini, adalah suruhan Hansen William Cs. Peristiwa ini sudah dilaporkan warga ke Panglima TNI.

Padahal, warga menyebut kawasan itu merupakan perkampungan nenek moyang mereka sejak Zaman Jepang, dengan luas hutan ± 2000 ha dengan status HPT.

Namun di awal tahun 2000 datang mafia tanah mengiming - imingi penduduk dengan tanaman kelapa sawit pola KKPA dan masyarakat disuruh menanda tangani kertas kosong.

Kemudian, hutan asri di luluh lantahkan. Padahal, seyogianya kawasan hutan itu berfungsi sebagai penyangga /paru-paru Kota Pekanbaru.

Justru saat ini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit yang dikuasai oleh Quancin alias Acin Togel dan Hansen William yang merupakan perkebunan illegal dilahan HPT.

Modus pembukaan kebun ini pun dulunya, dengan menggunakan  Kelompok Tani fiktif bernama Tunas Karya.

"Saat itu, masyarakat diintimidasi dengan oknum sehingga terpaksa berpindah ke daerah lain seperti ke daerah Bencah Kelubi dan pinggiran Sungai Siak, Kota Pekanbaru," kata Mukti Arifin, Tokoh Masyarakat.

Dari lahan tersebut diatas, katanya masih tersisa sekitar± 60 ha yang ditumbuhi semak belukar. Sisa yang 60 hektar itulah yang direvitalisasi warga.

"Ketika Kelompok Tani Hutan & Nelayan Bencah Seratus mau merevitalisasi Iahan yang sudah gundul tersebut dengan tanaman durian, nangka dan jengkol, Hansen William Cs mengintimidasi warga dengan oknum preman dan aparat," katanya.

"Sementara kebun kelapa sawit Hansen William dijaga ketat oleh okum dari aparat," katanya.

Arifin menyebut, Kelompok Tani Hutan & Nelayan Bencah Seratus sedang mengurus perhutanan sosial.

"Namun kembali anggota kami mendapat tekanan yang luar biasa yaitu pada Hari Selasa, tanggal 21 November 2023 itu," katanya.**


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar