Opini

Perlu Reposisi Bacawapres yang Menimbulkan Polemik

(Ist).

GARDAPOS.COM - Polemik bacawapres sosok tertentu dan isu dinasti politik serta jabatan presiden tiga periode mengemuka sangat kencang di ruang publik akhir-akhir ini.

Awalnya, sejumlah menteri menginginkan jabatan presiden tiga periode, sebagai bentuk penghambaan politik kepada "majikannya". Publik menolak. Keinginan para menteri ini pun layu sebelum berkembang.

Seperti tidak mau menyerah, lalu muncul isu wacana perpanjangan jabatan presiden. Upaya ini pun pupus dan mengalami nasib yang sama dengan jabatan tiga periode ditandai dengan penyusunan tahapan jadwal Pemilu 2024 oleh KPU.
Atas pengajukan permohonan dari orang tertentu, lalu MK memutuskan bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa capres/cawapres tanpa mengindahkan Sila Kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. MK memberi privilege kepada kepala daerah di tengah ratusan kepala daerah terlibat korupsi.

Tentu keputusan MK ini menjadi karpet merah bagi kepala daerah terutama kepada sosok tertentu mendaftarkan diri bacawapres di KPU. Lalu ia dengan lantang pula mengatakan "tenang saja, saya sudah ada di sini."

Fenomena komunikasi politik di atas dapat disebut sebagai dinasti politik dengan meredefenisi konsep dinasti politik sebagai tindakan politik menghalalkan semua pengaruh, kekuasaan, jaringan, hubungan personal dan kekerabatan demi untuk meng-estafetkan kekuasaan dari dan ke sesama keluarga inti.

Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri, saat ini muncul kritik dan penolakan begitu deras, tajam dan masif atas keputusan MK dan fenomena bapencawapres-an sosok tertentu tersebut yang tidak produktif bahkan cenderung ke arah negatif di ruang publik.

Untuk itu, sebagai seorang komunikolog saya menyarankan dengan serius agar para partai koalisi pengusung bacawapres sosok tertentu tersebut yang telah menimbulkan polemik yang juga di luar akal sehat, perlu mengambil waktu secepatnya merenung untuk mengambil tindakan mereposisi bacawapres yang bersangkutan dan menggantinya dari salah satu Ketum Partai pengusung, sebelum KPU menetapkan paslon Pilpres 2024.


Penulis: Emrus Sihombing, Komunikolog Indonesia.


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar