Lingkungan

Perspektif Lama Terkait Sawit di Kawasan Hutan, FORMASI Indonesia: Kasian Orang Kami, Akibat Mereka Salah Substansi

Ketua Umum DPP Forum FORMASI Indonesia Amir Aripin Harahap.

GARDAPOS.COM, PEKANBARU - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Mahasiswa Sawit Indonesia (FORMASI Indonesia), minta pemerintah untuk mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ke masyarakat umum, kalau kalangan pusat sudah sering, tapi ke bawah masih minim sekali. Pasalnya undang-undang cipta kerja yang telah disahkan pada tanggal 02 November 2020 itu ternyata masih banyak pihak yang belum memahami subtansinya terkhusus dibidang penyelesaian lahan kelapa sawit dalam kawasan hutan.

Ketua Umum DPP Forum FORMASI Indonesia Amir Aripin Harahap dalam keterangannya kepada awak media, mengaku masih banyak lapisan dan kalangan masyarakat menggunakan perspektif lama dalam memandang kelapa sawit dalam kawasan hutan, meski sudah sangat jelas dalam turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), PP 24/2021 pasal 110 A, 110B yang pada pokoknya menegaskan setiap orang yang memiliki kelapa sawit dalam kawasan hutan diberikan waktu untuk mengurus penyelesaiannya selama tiga tahun sejak UUCK di undangkan dan efektif berlaku sejak 2021. Perlu di garis bawahi tidak ada sanksi pidana jika bagi orang yang sawitnya dalam kawasan hutan namun sanksi denda dan pencabutan izin usaha bilamana tidak di urus sesuai limit waktu yang diberikan Undang-Undang. 

Bahkan Amir menegaskan penyelesaian kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan sudah diatur lebih teknis dalam PP 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan dan PP 24 tahun 2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi dan peneriamaan negara bukan pajak dari denda administratif dibidang kehutanan.

“Kami minta pemerintah dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan sampai ke Dinas Kehutanan, agar lebih aktif mensosialisasikan UUCK, sebab masih banyak yang tidak tahu, tidak mengerti dan salah kaprah dengan UU ini. Masih banyak sekali pandangan soal sawit dalam kawasan hutan dengan perspektif UU yang lama. Padahal prinsip hukumnya lex posterior derogat legi priori (undang-undang yang baru meniadakan/mencabut Undang-undang sebelumnya). Ini yang tidak dipahami mereka, akhirnya pikiran mereka tersesat dan justru menyesatkan publik dan membangun opini yang tidak baik” kata Demisioner Ketua BEM Se-Riau itu.

Selanjutnya Amir Harahap mengaku sangat miris dengan pihak-pihak yang banyak bicara dimedia namun tidak memahami UUCK, menurutnya hal tersebut akan merugikan petani sawit pada khususnya, sawit Indonesia pada umumnya dan hal ini dibuat untuk menakut-nakuti. Ini negara hukum, mari kita melihat tatanan hukum yang sudah ada, ujar Amir yang juga Mahasiswa Magister Hukum Pascasarjana UIR ini.

“Jadi bagi orang yang tidak paham soal UUCK janganlah bicara besar dimedia. Kami kasian dengan orang tua kami petani sawit, jangan mereka ditakut-takuti dengan opini yang sesat” tegas Amir.

Ketika ditanya oleh media terkait SK Gubernur Riau nomor Kpts.911/VIII/2019 tentang penertiban sawit illegal dalam kawasan hutan yang menurut salah satu LSM tidak di jalankan dengan baik oleh Gubernur khususnya Kadis DLHK Riau?

“Makanya kita kembalikan semuanya ke hukum yang berlaku, yaitu UUCK, jangan membangun opini versi sendiri", ujarnya.

Itu kan SK terbit pada tahun 2019. Begitu UUCK di undangkan tahun 2020 maka mekanisme penyelesaiannya menyesuaikan berdasarkan UUCK dong, kan sudah ada mekanisme yang baru mana bisa pake yang lama. Segala peraturan dan perundangan yang bertentangan dengan UUCK, dengan sendirinya tidak berlaku.

Pak Kadis DLHK jangan di salahkan, beliau itu paham regulasi maka jangan Pak Kadis dibenturkan dengan petani sawit” jelas Amir Harahap.

Selanjutnya Amir Harahap mengajak semua pihak untuk berpikir lebih cerdas agar tidak ada pihak yang di rugikan akibat dari kegagalan dalam memahami regulasi karena negara indonesia merupakan negara hukum dan saat ini Indonesia sangat tergantung dengan ekonomi sawit, kita semua, tanpa kecuali harus paduserasi untuk itu.

Marilah kita berpikir  dan memandang jauh kedepan. Jangan karena kegagalan memahami regulasi akhirnya statetment kita dimedia merugikan orang lain dan statemen itu bisa berdampak secara hukum, ujar.

Kami Formasi Indonesia, yang tersebar di 114 Kampus seluruh Indonesia, mengajak semua elemen masyarakat, organisasi lingkungan, dan yayasan lainnya, untuk membantu orang tua kami menyelesaikan administrasi persyaratan penyelesaian sawit dalam kawasan hutan, sebagaimana diatur dalam UUCK, tutup Amir Harahap.**(rls)


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar