Oleh: Hendro Saky, Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh.
Banyak aspek yang kerap ditekankan oleh Jenderal Polisi Purnawirawan Bintang Tiga itu, agar setiap kebijakan dan tindakan kepolisian harus dijalankan mengacu pada ketertiban adminitrasi dan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 2 tahun 2022. Pasal 18 ayat 1 dalam aturan itu mengatur perihal ketentuan bergabung dengan lembaga anti rasuah itu.
Sontak lahirnya Perkom itu memantik kontroversi beragam, terutama dari pihak eks pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus pada tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar KPK beberapa waktu lalu.
Anasir jahat pun dibangun bahwa Firli Bahuri sengaja menyelundupkan pasal itu guna menghempang kembalinya eks pegawai KPK dapat bergabung ke institusi itu.
Kembali pada cerita sahabat saya tadi, Firli Bahuri adalah sosok yang sangat taat pada aturan dan ketentuan hukum. Karenanya penegasan tertib administrasi kerap ditekankan Komjen Pol Purnawirawan itu saat jabat Kapolda Sumatera Selatan.
Sebagai lembaga negara dalam rumpun eksekutif, tentu dalam melahirkan satu aturan, KPK terikat dengan regulasinya lainnya. Tentu sangat tidak mungkin KPK dan para komisioner lainnya membuat regulasi tanpa memperhatikan norma hukum lainnya.
Sejak disahkannya revisi UU KPK oleh DPR RI, regulasi itu mengikat tentang status pegawai KPK, yang kemudian diterjemahkan oleh kelembagaan KPK yang dipimpin Firli Bahuri bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada ketentuan tentang UU ASN.
Karenanya Firli Bahuri dan jajaran komisioner KPK lainnya, langsung melakukan kordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk segera memproses peralihan status pegawai sesuai dengan UU KPK hasil revisi.
Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN bukanlah keinginan Firli Bahuri, tapi amanat UU yang harus dijalankan, dan KPK sendiri dan perangkat pegawainya adalah objek institusi negara yang harus taat pada hukum yang berlaku di tanah air.
Proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN tidak terlepas dari kerja cepat dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), sehingga secara administratif hal-hal yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan UU dapat berjalan dengan baik.
Setelah tuntasnya proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN, tentu lembaga anti-rasuah itu penting untuk melahirkan aturan tentang tata cara dan proses rekrutmen pegawai KPK, sebagai petunjuk teknis bagi siapapun warga negara Indonesia yang ingin mengabdi di lembaga anti rasuah itu.
Perkom Nomor 1 tahun 2022 itu, dapat dikatakan sebagai jalan, bagi siapapun WNI, yang memiliki semangat dalam pemberantasan korupsi untuk bisa bergabung bersama KPK. Aturan itu memungkinkan putra-putri terbaik bangsa yang memiliki semangat anti-korupsi untuk dapat mengabdikan diri di KPK RI.
Sebagai salah satu institusi negara bidang penegakan hukum, tentu setiap aturan yang dilahirkan oleh KPK pastinya merujuk pada ketentuan yang berlaku. Termasuk salah satunya aspek yang menyangkut tentang status kepegawaian ASN yang bekerja dilingkup KPK.
KPK memiliki kewenangan melahikan Peraturan Komisi (Perkom) yang mengatur tentang prosedur, tata cara dan hal-hal lain tentang rekrutmen pegawai KPK kedepannya. Dan dasar itulah yang kemudian melahirkan Perkom Nomor 1 tahun 2022.
Anasir jahat yang dibangun terhadap sosok Firli Bahuri dengan tuduhan bahwa Perkom itu lahir sebagai upaya menghalang-halangi eks pegawai KPK yang tidak lulus TWK, merupakan hal yang tidak beralasan, dan bersifat menyerang kepemimpinan Firli Bahuri di KPK. Toh, dalam setiap kebijakan yang dilahirkan oleh komisioner KPK bersifat kolektif kolegial, karenanya mustahil Perkom 1 tahun 2022 yang dirumuskan KPK diputuskannya sendiri.
Lahirnya Perkom KPK tahun 2022, sebagai bentuk pertangungjawaban KPK untuk patuh dan taat pada UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Dan jika menilik dokumen utuh Perkom Nomor 1 tahun 2022 itu, proses pengundangannya dilakukan oleh Kementrian Hukum dan HAM serta tercatat dalam lembar negara. Jadi tentu telah melalui proses dan tahapan harmonisasi yang melibatkan semua unsur kelembagaan negara terkait, seperti Kemenpan RB, Kemenkumham, dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Kita semua percaya, bahwa KPK hari ini telah menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan revisi UU KPK sama sekali tidak membuat lembaga anti-rasuah itu mandul, dan bahkan lebih bertaji dan bernyali karena telah memiliki landasan hukum yang kuat, baik bagi kelembagaan KPK sendiri, ataupun bagi personil-personil yang saat ini telah menjadi ASN di KPK.
Kita juga sama-sama dapat melihat, kinerja KPK sama sekali tidak terganggu usai proses alih status pegawai KPK menjadi ASN, dan bahkan semakin bertaji dengan sejumlah kegiatan penindakan kasus-kasus korupsi di tanah air.**
Tulis Komentar