Kesiapan tersebut disampaikan Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu M. Faozal pada Rapat Koordinasi Manajemen Krisis Kepariwisataan NTB, Kamis (19/9/2019) di Hotel Lombok Astoria Mataram.
"Rakor ini merupakan langkah awal komitmen NTB untuk membentuk MKK Daerah. Rakor ini bertujuan untuk memetakan peran stakeholder pariwisata dalam penanganan situasi krisis yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Rakor ini mempertemukan pemangku kepentingan pariwisata di tingkat kabupaten/kota NTB dengan berbagai pihak seperti Basarnas, BPBD, Dinas Sosial, Dinas Kominfo, POLRI, TNI, Angkasa Pura, akademisi, dan media," kata Lalu M. Faozal.
Kemudian lanjut, Faozal pembentukan MKK NTB memiliki dasar hukum Surat Keputusan Gubernur dan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan (Permenpar MKK).
Ada beberapa langkah yang akan segera diambil oleh pemprov NTB yakni pemetaan personel, pembentukan jejaring, inventarisasi potensi krisis, dan penyusunan dokumen rencana aksi.
"NTB memiliki kisah sukses penanganan bencana pada 2018. Berbekal pengalaman tersebut, Dinas Pariwisata NTB bersama seluruh pihak terkait melakukan berbagai upaya untuk memberikan layanan untuk sektor pariwisata. Dalam perjalanannya, kami mengenali langkah penanganan apa yang dibutuhkan masyarakat, mulai dari kebutuhan evakuasi, penyediaan transportasi dan akomodasi, dan yang paling utama adalah penyediaan informasi kepariwisataan secara cepat dan akurat. Di sinilah MKK tingkat kabupaten/kota berperan vital," ungkap Faozal.
Plt. Kepala Biro Komunikasi Publik, Guntur Sakti mendorong Dinas Pariwisata NTB untuk merangkul para pihak untuk bekerja sama dalam membentuk sebuah sistem penanganan krisis yang baik, mulai dari fase kesiapsiagaan dan mitigasi, fase tanggap darurat, fase pemulihan, serta fase normalisasi.
"MKK tidak hanya bekerja saat terjadi krisis saja, tetapi jauh sebelum terjadi krisis yakni pada fase Kesiapsiagaan dan Mitigasi, dengan melakukan pemetaan potensi krisis serta menyusun rencana langkah penanganan. Pada fase Tanggap Darurat, MKK melakukan assessment dampak krisis pada sektor pariwisata, melakukan koordinasi layanan wisatawan, dan menyusun strategi komunikasi krisis. Salah satu tugas terberat MKK adalah memulihkan citra dan kepercayaan industri dan wisatawan pasca krisis," jelas Guntur.
Untuk itu, Guntur menambahkan, Kemenpar membutuhkan dukungan MKK Daerah dalam penyelenggaraan stabilitas pariwisata serta sebagai pihak yang membantu Kemenpar dalam penanganan situasi krisis yang terjadi di daerah. Dalam pelaksanaannya kinerja MKK Daerah juga akan didampingi oleh MKK Kemenpar.
Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Lilik Kurniawan, menyampaikan bahwa BNPB siap mendukung penyelenggaraan manajemen krisis kepariwisataan di NTB pada setiap fase. Lilik menegaskan perlunya peningkatan pemahaman pengelola objek dan daya tarik wisata (ODTW) tentang perencanaan dan pengelolaan ODTW dan industri pariwisata yang menjamin keselamatan wisatawan. Lilik juga menekankan agar para penyedia jasa taman rekreasi menyiapkan SOP penanganan khusus.
"Contoh kasus, ada sebuah lokasi wisata yang berkeberatan jika lokasi wisatanya diberi tanda bahaya sebagai peringatan waspada bagi para pengunjung. Papan pengumuman yang dipasang dianggap justru mengurangi kunjungan wisatawan serta menakut-nakuti. Jika ditelusuri, papan pengumuman tersebut bermaksud memberi pesan agar pengunjung berhati-hati saat melakukan kegiatan wisata" lanjutnya.
Mengenai upaya mitigasi, Lilik meminta agar pihak pengelola rumah sakit memperhatikan penempatan lokasi rumah sakit yang harus dipastikan berada di tempat aman. “Karena lokasi tersebut akan menjadi pertolongan pertama yang didatangi warga setempat,” tambah Lilik.
Seluruh perwakilan akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas, dan media yang hadir dalam Rapat Koordinasi ini memberikan apresiasi atas langkah Kemenpar dan Disparprov NTB dalam menginisiasi terbentuknya MKK NTB dan menyatakan kesiapannya untuk mendukung langkah-langkah selanjutnya.***
Tulis Komentar