Pendidikan

Kitab Jenazah (Fiqih Islam)

Foto Ilustrasi.net (Ist).

GARDAPOS.COM - Urusan mayat.
Hendaklah diperbanyak mengingat mati dan tobat dari segala dosa, lebih-lebih orang yang sakit, agar lebih giat beramal kebaikan dan menjauhi larangan Allah swt.

Firman Allah swt.: "Tiap-tiap yang bernyawa itu akan merasakan mati, sesungguhnya pahala kamu akan disempurnakan pada hari kiamat." (Al Imran:185)

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah, berkata Nabi saw.: "Hendaklah kamu per-banyak mengingat mati." (Riwayat Tirmidzi dan disahkan oleh Ibnu Hibban)

Melihat orang sakit. Melihat orang sakit hukumnya sunat, guna menghibur kesedihannya, karena kegembiraan orang sakit itu dapat juga menjadi obat.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah, berkata Nabi saw.: "Hak seorang Islam atas orang Islam yang lain adalah lima, yaitu: (1) Menjawab salam, (2) menengok orang sakit, (3) mengantarkan jenazah, (4) mengabulkan undangan, (5) mendoakan orang yang bersin." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Orang yang menengok orang sakit hendaklah mendoakan agar sakitnya lekas sembuh dan menganjurkan supaya dia tobat dari segala dosa, membayar utang jika ada dan berwasiat. Si sakit hendaklah baik sangka kepada Allah karena ia mengetahui bahwa Allah bersifat Pengasih, Penyayang, dan Pengampun.

Sabda Rasulullah Saw,: Dari Abu Hurairah: "Berkata Rasulullah saw.: Allah swt. telah ber-firman: Aku menurut bagaimana persangkaan hamba-Ku kepada-Ku." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Beberapa urusan terhadap orang sakit payah

1. Orang yang sakit payah yang hampir menghembuskan napas penghabisan, hendaklah dihadapkan ke kiblat.

Dari Abu Qatadah: "Bahwasanya Nabi saw. ketika sampai di Madinah, beliau menanyakan seorang yang bernama Al Barra' bin Ma'rur. Jawab yang hadir: "Ia sudah meninggal dan mewasiatkan sepertiga hartanya kepada engkau dan mewasiat-kan pula supaya ia dihadapkan ke kiblat apabila ia sakit payah." Kata Rasulullah saw.: "Betul pendapatnya." (Riwayat Hakim dan Baihaqi)

2. Orang sakit payah hendaklah diajar membaca kalimat tauhid (la ilaha illallah) artinya: Tidak ada Tuhan melainkan Allah.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah: "Berkata Rasulullah saw. Ajarlah olehmu orang-orang yang sakit payah (hampir mati) membaca kalimat: Lâ ilâha illallah." (riwayat Muslim dan Arba'ah)

Berkata ulama fiqh: Sungguhpun kita disuruh mengajarkan kalimat tauhid kepadanya, akan tetapi jangan sering berturut-turut, karena berturut-turut menjadikan bosan. Maka apabila telah diajarkan satu kali, jangan diulangi lagi, kecuali sesudah mengucapkan perkataan yang lain.

3. Kepada orang sakit payah sebaiknya dibacakan surat Yasin.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ma'qal bin Yasar: "Berkata Nabi saw.: Bacakanlah olehmu surat Yasin kepada orang yang sakit payah (hampir mati)." (Riwayat Abu Dawud dan Nasai)

Hal-hal yang dilakukan sesudah mati

1. Hendaklah dipejamkan (ditutupkan) matanya, menyebut kebaikan, mendoakan, dan memintakan ampun atas dosanya.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Syaddad bin Aus: Berkata Rasulullah saw.: "Apabila kamu menghadapi orang mati, maka hendaklah kamu tutupkan matanya karena sesungguhnya mata itu mengikutkan ruh. Hendaklah kamu mengucapkan yang baik (umpamanya men-doakannya), maka sesungguhnya ia dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ummi Salamah: "Berkata Nabi saw.: Janganlah kamu ber-doa atas dirimu selain doa kebaikan, karena sesungguhnya malaikat mengaminkan apa yang kamu ucapkan." (Riwayat Muslim)

2. Hendaklah ditutup seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan kepadanya dan supaya tidak terbuka 'auratnya.

Dari 'Aisyah: "Sesungguhnya Rasulullah saw. ketika beliau wafat ditutup dengan kain tenunan negeri Yaman." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)

3. Tidak ada halangan untuk mencium mayat bagi keluarganya atau sahabat-sahabatnya yang sangat sayang dan berdukacita sebab matinya.

Dari 'Aisyah: "Rasulullah saw. telah mencium 'Usman bin Mazh'un ketika ia telah mati, sehingga tampak air mata mengalir di muka beliau." (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)

4. Ahli mayat yang mampu hendaklah dengan segera membayar utang si mayat jika ia berutang, baik dibayar dari harta peninggalannya atau dari pertolongan keluarga sendiri.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah: "Telah berkata Rasulullah saw.: Diri orang mukmin itu tergantung (tak sampai ke hadirat Allah) karena utangnya, hingga dibayar dahulu utangnya itu (oleh familinya)." (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)

Adapun bagi orang yang tidak mampu, maka terserah kepada Allah yang Maha Pemurah, menurut keadaan tujuan dan maksud orang itu sewaktu ia berutang, sebagaimana diterangkan dalam hadis
di bawah ini.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ibnu 'Umar: "Berkata Rasulullah saw.: Utang itu dua macam, barangsiapa yang mati meninggalkan utang, sedangkan ia berniat akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya: dan barangsiapa yang mati, sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka pembayarannya akan diambilkan dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas dan perak (untuk pembayarannya)." (Riwayat Thabrani)

Beberapa kewajiban berhubung dengan mayat

Apabila seorang muslim meninggal, maka fardhu kifayah (Kewajiban ditujukan kepada orang banyak, apabila sebagian dari mereka telah mengerjakannya maka terlepaslah yang lain dari kewajiban itu, akan tetapi jika tidak ada seorang pun yang mengerjakannya, maka mereka berdosa semua-nya) atas orang hidup menyelenggarakan 4 (empat) perkara:

I. Memandikan Mayat
Syarat wajib mandi: (a) mayat itu orang Islam, (b) didapati tubuhnya walaupun sedikit, (c) mayat itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Allah).

Sekurang-kurangnya mandi untuk melepaskan kewajiban itu sekali, merata ke sekalian badannya, sesudah dihilangkan najis yang ada pada badannya dengan cara bagaimanapun. Sebaiknya hendaklah mayat itu diletakkan di tempat yang tinggi, seperti ranjang atau balai-balai, di tempat yang sunyi, berarti tidak ada orang yang masuk ke tempat itu selain orang yang memandi-kan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan dengan mandi itu.

Pakaiannya diganti dengan kain basahan (kain mandi). Untuk kain mandi itu sebaiknya kain sarung, supaya 'auratnya tidak mudah terbuka. Sesudah diletakkan di atas ranjang, kemudian didudukkan dan disandarkan punggungnya pada sesuatu, lantas disapu perutnya dengan tangan, dan ditekankan sedikit supaya keluar kotorannya. Perbuatan itu hendaklah diikuti dengan air dan harum-haruman agar menghilangkan bau kotoran yang keluar.

Sesudah itu, mayat ditelentangkan, lantas dicebokkan dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan. Sesudah cebok, sarung tangan hendaklah diganti dengan yang bersih, lantas dimasukkan anak jari kiri ke mulut-nya, digosok giginya, dibersihkan mulutnya, dan diwudhu'kan.

Kemudian dibasuh kepala, janggut dan disisir rambut dan janggutnya perlahan-lahan. Rambutnya yang tercabut hendaklah dicampurkan kembali ketika mengafaninya. Lantas dibasuh sebelah kanannya, kemudian
sebelah kirinya, kemudian dibaringkan kesebelah kirinya, dan dibasuh badannya sebelah kanannya, kemudian dibaringkan lagi ke sebelah kanannya dan dibasuh badannya sebelah kiri. Rentetan sekalian yang tersebut dihitung satu kali. Disunatkan tiga atau lima kali.

Air untuk mandi mayat ini sebaiknya air dingin, kecuali jika berhajat pada air panas karena sangat dingin atau karena susah menghilang-kan kotoran. Baik juga memakai sabun atau sebagainya, selain basuh yang penghabisan. Adapun air pembasuh penghabisan itu sebaiknya dicampur dengan kapur barus sedikit atau harum-haruman yang lain.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Tatkala seorang laki-laki jatuh dari kendaraannya lalu dia meninggal, sabda beliau: "Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara (atau dengan sesuatu yang menghilangkan daki seperti sabun)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ummi 'Athiyah: "Nabi saw. telah masuk kepada kami sewaktu. kami memandikan anak beliau yang perempuan, lalu beliau berkata: Mandikanlah dia tiga kali, lima kali, atau lebih kalau kamu pandang baik lebih dari itu, dengan air serta daun bidara, dan basuhan yang penghabisan hendaklah dicampur dengan kapur barus." (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain "Mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan dan anggota wudhu'nya.

Yang berhak memandikan mayat
Kalau mayat itu laki-laki, hendaklah yang memandikannya laki-laki pula; tidak boleh perempuan memandikan mayat laki-laki, kecuali istri dan muhrimnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula; tidak boleh laki-laki memandikan perempuan kecuali suami atau muhrimnya.

Jika suami dan muhrim sama-sama ada, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya, begitu juga jika istri dan muhrim sama-sama ada, maka istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.

Bila meninggal seorang perempuan, dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami, atau muhrimnya pun tidak ada, maka mayat itu hendaklah "ditayammumkan" saja, tidak dimandikan oleh laki-laki yang lain, Begitu juga jika meninggal seorang laki-laki, sedangkan disana tidak ada laki-laki, istri, atau muhrimnya pun tidak ada, maka mayat itu hendaklah ditayammumkan saja. Kalau mayat kanak-kanak laki-laki, maka boleh perempuan memandikannya, begitu juga kalau mayat kanak-kanak perempuan, boleh pula laki-laki memandikannya.

Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat kepada mayat kalau ia mengetahui akan kewajiban mandi serta dipercayai. Kalau tidak, berpindahlah hak kepada yang lebih jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipercayai).

Sabda Rasulullah saw.: Dari 'Aisyah: "Berkata Rasulullah saw.: Barangsiapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya, Kata beliau lagi: Hendaklah yang mengepalainya keluarga yang terdekat kepada mayat jika pandai memandikan mayat: jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara'nya atau karena amanahnya." (Riwayat Ahmad)

II. Mengafani Mayat
Hukum mengafani (membungkus) mayat itu adalah fardhu kifayah atas orang yang hidup. Kafan diambilkan dari harta si mayat sendiri jika ia meninggalkan harta; kalau ia tidak meninggalkan harta, maka kafannya wajib atas orang yang wajib memberi belanjanya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberi belanja itu tidak pula mampu, hendaklah diambilkan dari baitul-mal bila ada baitul-mal, dan diatur menurut hukum agama Islam. Jika baitul-mal tidak ada atau tidak teratur, maka wajib atas orang muslim yang mampu. Demikian pula belanja lain-lain yang bersangkutan dengan keperluan mayat.

Kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi sekalian badan mayat, baik mayat laki-laki maupun perempuan. Sebaiknya untuk laki-laki tiga lapis kain; tiap-tiap lapis menutupi sekalian badannya. Sebagian ulama berpendapat, satu dari tiga lapis itu hendaklah izar (kain mandi), dua lapis menutupi sekalian badannya.

Cara mengafani: Dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan di atas tiap-tiap lapis itu harum-haruman seperti kapur barus dan sebagainya, lantas mayat diletakkan di atasnya sesudah diberi kapur barus dan sebagainya. Kedua tangannya diletakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau kedua tangan itu diluruskan menurut lambungnya (rusuknya).
Diriwayatkan: Dari 'Aisyah: "Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbikin dari kapas, tidak ada dalamnya baju dan tiada pula serban." (Sepakat ahli hadis)

Adapun mayat perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lembar, yaitu basahan (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung (cadar), dan kain yang menutupi sekalian badannya.

Cara mengafani: dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung, kemudian dimasukkan ke dalam kain yang meliputi sekalian badannya. Di antara beberapa lapisan kain tadi sebaiknya diberi harum-haruman seperti kapur barus.

Dari Laila binti Qanif, katanya: "Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi Kaltsum binti Rasulullah saw. ketika wafat-nya. Yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah saw. kepada kami ialah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup kepala, lalu kerudung, dan sesudah itu dimasukkan ke dalam kain yang lain (yang menutupi sekalian badannya)." Kata Laila: "Sedang Nabi berdiri di tengah pintu membawa kafannya, dan memberikannya
kepada kami sehelai-sehelai." (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Kecuali itu, orang yang mati sedang dalam ihram haji atau umrah, tidak boleh diberi harum-haruman dan jangan pula ditutup kepalanya.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ibnu Abbas, katanya: "Ketika seorang laki-laki sedang wukuf/mengerjakan haji bersama-sama Rasulullah saw, di Padang 'Arafah, tiba-tiba laki-laki itu terjatuh dari kendaraannya, lalu meninggal. Maka dikabarkan orang kejadian itu kepada Nabi saw. Beliau berkata: "Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dia dengan dua kain ihramnya. Jangan kamu beri dia harum-haruman, dan jangan ditutup kepalanya. Maka sesungguhnya Allah akan membangkitkan dia nanti pada hari kiamat seperti keadaannya sewaktu berihram." (Riwayat jama'ah ahli hadis)

Untuk kafan itu sebaiknya kain putih bersih. Sabda Rasulullah saw.: "Pakailah olehmu kain kamu yang putih, karena sesungguhnya kain putih itu kain yang sebaik-baiknya, dan kafanilah mayat kamu dengan kain putih itu." (Riwayat Tirmidzi dan lain-lain)

Membaikkan pemakaian kain kafan
Sabda Rasulullah saw.: Dari Jabir: "Berkata Rasulullah saw. : Apabila salah seorang dari kamu mengafani saudaranya, hendaklah dibaikkannya kafanny itu." (Riwayat Muslim)

Kafan yang baik maksudnya baik sifatnya dan baik cara memakainya, yaitu kain yang putih, begitu pula cara memakaikannya yang baik serta terbuat dari bahan yang baik. Sifat-sifatnya telah diterangkan, yaitu kain yang putih , begitu pula cara memakaikannya yang baik. Adapun baik yang tersangkut dengan dasar kain ialah: jangan sampai berlebih-lebihan memilih dasar kain yang mahal-mahal harganya.

Sabda Rasulullah saw.: Dari 'Ali bin Abi Thalib: "Berkata Rasulullah saw.: Janganlah kamu berlebih-lebihan memilih kain yang mahal-mahal untuk kafan karena sesungguhnya kafan itu akan hancur dengan segera." (Riwayat Abu Dawud)

Atsar Sahabat: Dari 'Aisyah: "Abu Bakar (khalifah pertama) memandang kain yang beliau pakai sewaktu beliau sakit. Kata beliau: Cuci olehmu kainku ini, dan tambahilah dua kain lagi, lantas kafanilah saya dengan kain itu. Jawab 'Aisyah: Kain ini sudah usang/ujar beliau: Sesungguhnya orang yang hidup lebih berhak memakai yang baru daripada mayat, Kafan itu hanya untuk tanah, daging, dan kulit yang hancur. (Ringkasan dari Bukhari)

III. Menyalatkan mayat
Sabda Rasulullah saw.: "Shalatkanlah olehmu akan orang-orang yang mati." (Riwayat Ibnu Majah)

Sabda Rasulullah saw.: "Shalatkanlah olehmu orang yang mengucapkan lailaha illallah." (Riwayat Daruquthni)

Sabda Rasulullah saw.: Dari Salamah bin Al-Akwa': "Pada suatu kali kami duduk-duduk dekat Nabi saw. Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami: Shalatkanlah teman kamu itu." (Riwayat Bukhari)

Syarat menyalatkan mayat
(1). Syarat-syarat shalat yang lain juga menjadi syarat shalat mayat, seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian, menghadap ke kiblat.
(2). Sesudah mayat dimandikan dan dikafani.
(3). Letak mayat itu di sebelah kiblat orang yang menyalatkan, kecuali kalau shalat itu di atas kubur atau shalat ghaib.

Rukunnya tujuh;
1. Niat, sebagaimana shalat yang lain.
2. Takbir 4 kali dengan takbiratul-ihram.
3. Membaca Fatihah sesudah takbiratul-ihram.
Sabda Rasulullah saw.: "Tidaklah sah shalat orang yang tidak membaca surat Fatihah." (Sepakat ahli hadis)

4. Membaca shalawat atas Nabi saw. sesudah takbir kedua.
Dari Abu Amamah bin Sahl: "Sesungguhnya menjadi sunnah (peraturan) Rasulullah saw. pada shalat Janazah, yaitu: Supaya imam takbir, kemudian membaca Fatihah sesudah takbir pertama dengan suara rendah sekira terdengar dirinya, kemudian membaca shalawat atas Nabi saw. dan mengikhlaskan doa bagi jenazah pada takbir-takbir berikutnya, dan tidak membaca apa dalam takbir-takbir (kecuali doa), kemudian ia memberi salam dengan suara rendah." (Riwayat Syafi'i)

5. Mendoakan mayat sesudah takbir ketiga. Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah: "Berkata Nabi saw.: Apabila kamu menyalatkan mayat, maka hendaklah kamu ikhlaskan doa baginya." (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Lafaz doa:
a. Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'âfihi wa'fu 'anhu wakrim nuzulahu wawassi' madkhalahu waghsilhu bimâin, wa tsaljin, wa baradin, wa naqqihi minal khataya kama yunaqqat saubul abyadhu minad danasi wa adilhu dâran khairan min dârihi wa ahlan khairan min ahlihi waqihî fitnatal qabri wa 'adzâban-nari.

Dari 'Auf bin Malik, katanya: "Nabi saw. telah menyalatkan jenazah, saya dengar beliau membaca: Ya Allah, ampunilah ia, dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia, dan maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskan tempat diamnya, bersihkanlah ia dengan air, es, dan embun, bersihkanlah ia dari dosa sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, dan gantilah ahli keluarganya dengan yang lebih baik daripada ahli keluarganya dahulu, dan peliharalah ia dari huru-hara kubur dan siksaan api neraka (Riwayat Muslim). Atau,

b. Allahummaghfir lihayyina wa mayyitina wa syahidina waghaibina wa shaghirinâ wa kabîrina wa dzakarina wa untsânâ. Allahumma man ahyaitahu minna fa-ahyyihî 'alal-islam waman tawaffaitahu minna fatawaffahu 'alal-iman.

Dari Abu Hurairah, katanya: "Nabi saw. apabila menyalatkan mayat, beliau mengucapkan: Ya Allah, ampunilah kami, yang hidup dan yang mati, yang hadir dan yang gaib, yang kecil dan yang besar, laki-laki dan perempuan. Ya Allah, barangsiapa yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan secara Islam; dan barangsiapa yang Engkau matikan di antara kami, hendaklah Engkau matikan dalam iman." (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)

Atau doa yang lain yang berasal dari Nabi saw. Kalau mayat kanak-kanak hendaklah doanya ditambah dengan:
c. Allahummaj'alhu lana salafan wa farathan waajran.
Ya Allah, jadikanlah ia bagi kami sebagai titipan, pendahuluan, dan ganjaran. (Riwayat Baihaqi)

Doa sesudah takbir keempat sebelum salam:
d. Allâhumma là tahrimnâ ajrahu wala taftinna ba'dahu waghfir lana walahu.
Ya Allah, janganlah Engkau alangi (tutupi) kami daripada mendapat ganjarannya, janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia. (Riwayat Hakim)

6. Berdiri jika kuasa.
7. Memberi salam, keterangan hadis Syafi'i yang telah lalu dalam rukun keempat.

Beberapa sunat shalat mayat
1. Mengangkat tangan pada waktu mengucapkan takbir-takbir tersebut (takbir 4 kali)
Dari Ibnu 'Umar: "Sesungguhnya Nabi saw. mengangkat kedua tangan beliau pada semua takbir shalat Janazah." (Riwayat Baihaqi)
2. Israr (merendahkan suara bacaan).
3. Membaca a'ûzu billah.

Perempuan menyalatkan mayat
Setengah ulama memandang bahwa shalat perempuan atas mayat tidak dapat membayar fardhu kifayah kalau laki-laki masih ada. Yang lain berpendapat, shalat perempuan itu dapat membayar fardhu kifayah karena shalat mereka sah. Pendapat yang kedua inilah yang lebih sah dan kuat.

Berjamaah

Disunatkan ketika shalat Janazah berjamaah, dan hendaknya dijadikan tiga saf (baris). Satu saf sekurang-kurangnya dua orang. Maka jika ada yang shalat enam orang, hendaklah disusun tiap-tiap saf dua orang agar dapat menjadi tiga saf.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Ibnu Abbas, katanya: "Aku mendengar Rasulullah saw berkata: Orang Islam yang mati, lalu dishalatkan jenazahnya oleh empat puluh orang yang tidak musyrik, tentulah Allah memberi mereka syafaat padanya." (Riwayat Ahmad dan Muslim)

Sabda Rasulullah saw.: Dari Malik bin Hubairah, katanya Rasulullah saw. berkata: "Orang mukmin yang mati, lalu dishalatkan oleh segolongan kaum muslimin sampai mereka tiga saf, tentulah diampuni dosanya." (Riwayat lima ahli hadis selain Nasai)

Makmum wajib mengikuti imam dalam takbir. Karena yang dimaksud mengikuti di sini hanya dalam takbir itu, maka jika makmum ketinggalan (tidak mengikuti) imam pada salah satu takbir, sehingga imam telah takbir selanjutnya, maka batallah shalatnya.

Shalat ghaib

Shalat atas mayat yang ghaib itu sah walau sesudah dikuburkan, begitu juga shalat di atas kubur. Sabda Rasulullah saw.: Dari Jabir: "Berkata Rasululah saw.: Telah meninggal hari ini seorang laki-laki yang saleh di negeri Habsyi, maka berkumpul dan shalatlah kamu untuk dia. Lalu kami membuat saf di belakangnya, beliau lalu shalat untuk mayat itu, sedang kami bersaf-saf." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu 'Abbas: "Sesungguhnya Nabi saw. telah shalat di atas sebuah kubur, sesudah (mayat dikubur) sebulan lamanya." (Riwayat Daruguthni)

Disunatkan bagi imam dan orang shalat sendiri, berdiri di arah kepala mayat laki-laki, atau di arah tengah (pinggang) mayat perempuan.

Dari Abu Ghalib Al-Khannath, katanya: "Aku menyaksikan Anas bin Malik menyalatkan jenazah orang laki-laki, ia berdiri pada arah kepalanya. Setelah diangkat jenazah itu; didatangkan pula jenazah (searah pinggangnya). Di antara kami turut Al-Ala'bin Ziyad perempuan, lalu dishalatkannya, maka ia berdiri ditengah-tengah Al-'Alawi, maka setelah dilihatnya perbedaan berdirinya antara jenazah laki-laki dan perempuan, ia bertanya: Hai Pak Hamzah, beginikah Rasulullah saw. berdiri pada laki-laki, dan pada perempuan sebagai berdirimu? Jawabnya: Ya." (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Beberapa mayat boleh dishalatkan bersama-sama. Jika mayat hanya diperoleh sebagian anggotanya saja, anggota itu wajib juga dimandikan dan dishalatkan. Sahabat pernah menyalat kan tangan Abdur Rahman yang dijatuhkan burung: mereka dapat mengenal tangannya itu dengan melihat cincinnya. (Riwayat Syafi'i).

Anak yang gugur sebelum sampai bulannya, jika terang hidupnya dengan tanda-tanda, hukumnya sebagaimana orang (wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan). Kalau tidak ada tanda-tanda hidupnya, tidak dishalatkan. Mayat orang yang tidak beragama Islam tidak boleh dishalat-kan, hanya boleh dimandikan dan dikafani, karena Nabi saw. pernah menyuruh 'Ali memandikan bapaknya dan mengafani-nya. (Riwayat Abu Dawud dan Nasai)

Firman Allah swt.: "Janganlah sekali-kali engkau shalatkan seseorang di antara mereka yang mati." (At-Taubah: 84)

Mati syahid

Yang dimaksud dengan mati syahid ialah orang yang terbunuh dalam peperangan melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah.

Orang yang mati syahid itu tidak dimandikan, tidak dishalat kan, dan cukup dikafani dengan pakaiannya saja yang berlumur darah itu.

Dari Jabir: "Sesungguhnya Nabi saw. telah memerintahkan kepada sahabat-sahabat beliau, bagi orang-orang yang gugur dalam peperangan Uhud, supaya mereka dikuburkan beserta darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan." (Riwayat Bukhari)

Dari Jabir, katanya: "Seorang laki-laki telah dilontar dengan anak panah di dadanya atau di tenggorokannya, lalu mati, maka dibungkus dengan pakaian yang dipakainya ketika ia kena itu, dan ketika itu kami bersama-sama dengan Nabi saw." (Riwayat Abu Dawud dengan Isnad Hasan)

Menurut pembagian ahli fiqh, syahid itu terbagi atas tiga bagian:
1. Syahid dunia dan akhirat, inilah yang dimaksud dengan syahid tersebut di atas.
2. Syahid dunia saja, yaitu orang yang mati dalam peperangan dengan kafir, tetapi bukan karena untuk meninggikan (membela) agama Allah, hanya karena sebab-sebab yang lain, seperti ingin mendapat harta rampasan, karena kemegahan, dan sebagainya.
3. Syahid akhirat saja, yaitu mati teraniaya, mati terkejut, mati kena penyakit kolera, mati tenggelam, mati tertimpa oleh sesuatu, mati kebakaran, atau mati dalam belajar agama Allah (dalam mencari ilmu).

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah, berkata Nabi saw.: "Mati syahid itu ada lima macam: (1) mati karena penyakit kolera, (2) mati sakit perut, (3) mati tenggelam, (4) mati tertimpa sesuatu, (5) mati pada jalan Allah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Membawa jenazah ke kubur

Sesudah mayat dimandikan, dikafani, dan dishalat kan, lalu dibawa ke kubur, dipikul pada empat penjuru, berjalan membawa jenazah itu hendaklah dengan segera. Dari Ibnu Mas'ud, katanya: "Barangsiapa yang mengikuti jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena sesungguhnya cara yang begitu, ada dari Sunnah Nabi saw." (Riwayat Ibnu Majah)

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah: "Berkata Rasulullah saw.: Hendaklah kamu segerakan mengangkat jenazah, karena jika ia orang saleh, maka kamu melekaskannya kepada kebaikan, atau jika ia bukan orang saleh, maka supaya kejahatan itu lekas terbuang dari tanggungan kamu." (Riwayat jama'ah).

Berjalan mengantarkan jenazah adalah suatu amal kebaikan. Caranya, sebagian ulama berpendapat, orang yang mengantarkan jenazah itu sebaiknya berjalan dahulu dari mayat (mazhab Syafi'i); sebagian ulama yang lain berpendapat, sebaiknya orang yang mengantar itu berjalan di belakang (terkemudian) dari mayat (mazhab Abu Hanifah). Alasan masing-masing: Dari Ibnu 'Umar: "Sesungguhnya ia telah melihat Nabi saw. beserta Abu Bakar dan 'Umar berjalan di depan jenazah." (Riwayat Ahmad)

Sabda Rasulullah saw.: Dari 'Ali, katanya: "Berjalan di belakang jenazah lebih baik, sebagaimana shalat berjamaah lebih baik daripada shalat sendiri."(Hadis ini mauquf tetapi hukumnya marfu')

Tidak boleh mengikuti jenazah dengan perasapan, karena yang demikian suatu perbuatan jahiliyah (zaman bodoh sebelum Islam) yang dicela.

Dari Abu Burdah katanya: "Abu Musa telah berpesan ketika ia akan mati, katanya: Janganlah kamu mengantar saya dengan pendupa. Orang-orang bertanya: Pernahkah engkau denger hal itu? la menjawab: Ya, saya dengar larangan ini dari Rasulullah swt."(Riwayat Ibnu Majah)

Apabila seorang melihat jenazah, hendaklah ia berdiri meskipun mayat itu bukan orang Islam.

Dari Jabir: "Telah lalu di depan kami jenazah, lalu Nabi saw berdiri, kami pun berdiri pula, lantas kami katakan kepada beliau bahwa jenazah itu jenazah seorang Yahudi. Beliau berkata: Apabila kamu melihat jenazah, maka hendaklah kamu berdiri." (Riwayat Bukhari)

IV. Menguburkan mayat
Kewajiban yang keempat terhadap mayat ialah menanamkan (menguburkan), Hukum menanamkan mayat adalah fardhu kifayah atas yang hidup. Dalamnya kubur sekurang-kurangnya kira-kira tidak tercium bau busuk mayat itu dari atas kubur dan tidak dapat dibongkar oleh binatang buas, karena maksud menguburkan mayat ialah untuk menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orang-orang yang ada disekitar tempat itu.

Lubang kubur disunatkan memakai lubang lahad (Lubang lahad = relung di lubang kubur tempat meletakkan mayat, kemudian ditutup dengan papan, bambu, atau sebagainya) kalau tanah pekuburan itu keras; tetapi jika tanah pekuburan tidak keras, mudah runtuh, seperti tanah yang bercampur dengan pasir, maka lebih baik dibikinkan lubang tengah (lubang kecil di tengah-tengah kubur kira-kira termuat mayat saja, kemudian ditutup dengan papan atau sebagainya).

Dari Amir bin Sa'id katanya: "Buatkan olehmu lubang lahad untukku, dan pasanglah di atasku batu bata, sebagaimana dibuat pada kubur Rasulullah saw." (Riwayat Ahmad dan Muslim)

Sesampainya mayat di kubur, hendaklah diletakkan kepalanya di sisi kaki kubur, lalu diangkat ke dalam lahad atau lubang tengah, dimiringkan ke sebelah kanannya, dihadapkan ke kiblat. Ketika meletakkan mayat ke dalam kubur, disunnatkan membaca:
Bismillahi wa-'alâ millati Rasûlillah.
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. (Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud)

Bahwasanya 'Abdullah bin Yazid telah menyalatkan jenazah Al-Harits, kemudian dimasukkan ke kubur dari sebelah kaki kubur, dan katanya: "Cara seperti ini (memasukkan mayat dari kaki kubur) adalah Sunah Nabi saw." (Riwayat Abu Dawud)

Sabda Rasulullah saw. : Dari 'Ubaid bin 'Umair, dari bapaknya: "Seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang beberapa dosa besar. Jawab beliau: Dosa besar ada sembilan: (1) syirik, (2) sihir, (3) membunuh orang, (4) memakan riba, (5) memakan harta yatim, (6) lari dari peperangan, (7) menuduh orang berzina, (8) durhaka kepada ibu-bapak, (9) menghalalkan Baitil Haram kiblat kamu sewaktu kamu hidup dan sesudah mati." (Riwayat Abu Dawud dan Nasai)

"Yang dimaksud dengan kiblat sesudah mati, ialah dalam lubang lahad."

Beberapa sunat yang bersangkutan dengan kubur

1. Ketika memasukkan mayat ke kubur, sunat menutup di atasnya dengan kain atau sebagainya kalau mayat itu perempuan. Dari Ahli Kufah: "Sesungguhnya 'Ali bin Abi Thalib telah datang kepada mereka sewaktu mereka sedang menguburkan mayat, dan telah dibentangkan kain di atas kuburnya, lantas 'Ali mengambil kain di atas kubur, serta berkata: Ini (tutup) hanya diperbuat untuk mayat perempuan." (Riwayat Baihaqi)

2. Kubur itu sunat ditinggikan dari tanah biasa, sekadar sejengkal agar diketahui. Sesungguhnya Nabi saw, telah meninggikan kubur anak beliau, Ibrahim, kira-kira sejengkal (Riwayat Baihaqi)

3. Kubur lebih baik didatarkan daripada dimunjungkan. Dari Abu Al-Hayyaj, dari 'Ali, ia berkata: "Saya utus engkau sebagaimana Rasulullah saw telah mengutus daku; janganlah engkau biarkan arca, tetapi hendaklah engkau hapuskan, dan kubur yang dimunjungkan hendaklah engkau datarkan." (Riwayat Muslim)

4. Menandai kubur dengan batu atau sebagainya disebelah kepalanya.
Dari Muthlib bin 'Abdullah, katanya: "Tatkala 'Utsman bin Mazh'un wafat, jenazahnya dibawa keluar lalu dikuburkan Nabi saw. menyuruh seorang laki-laki mengambil batu. Tetapi laki-laki itu tidak kuat membawanya. Rasulullah saw. bangkit mendekati batu itu dan menyingsingkan kedua lengan baju beliau, kemudian batu itu dibawa, lalu diletakkan di sebelah kepalanya sambil bersabda: Aku memberi tanda kubur saudara-ku, dan aku akan menguburkan di sini siapa yang mati di antara ahliku." (Riwayat Abu Dawud)

5. Menaruh kerikil (batu kecil-kecil) di atas kubur.
Dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya: "Sesungguhnya Nabi saw. telah menaruh batu kecil-kecil di atas kubur anak beliau, Ibrahim." (Riwayat Syafi'i)

6. Menaruh pelepah yang basah di atas kubur. Keterangannya hadis dari Ibnu 'Abbas yang menerangkan bahwa Nabi saw. pernah mengerjakan demikian.

7. Menyiram kubur dengan air.
Dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya: "Sesungguhnya Nabi saw. telah menyiram kubur anak beliau, Ibrahim."(Riwayat Syafi'i)

8. Sesudah mayat dikuburkan, disunnatkan bagi yang mengantarkan berhenti sebentar untuk mendoakannya (memintakan ampun minta supaya ia mempunyai keteguhan dalam penjawaban-penjawabannya).

Dari 'Utsman: "Nabi saw, apabila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri lalu bersabda: Mintakanlah ampun saudaramu dan mintakanlah supaya ia berketetapan, karena ia sekarang ditanya." (Riwayat Abu Dawud dan Hakim)

Larangan yang bersangkutan dengan kubur:
1. Menembok kubur;
2. Duduk di atasnya;
3. Membuat rumah di atasnya;
4. Membuat tulisan-tulisan di atasnya;
5. Membuat perkuburan menjadi mesjid.

Dari Jabir: "Rasulullah saw. telah melarang menembok kubur, duduk di atasnya, dan membuat rumah di atasnya." (Riwayat Ahmad dan Muslim)

Pada riwayat Nasai: "Rasulullah saw. telah melarang membuat rumah di atas kubur dan membuat tulisan di atasnya."

Sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah: "Sesungguhnya Rasulullah saw. telah berkata: Mudah-mudahan Allah membunuh Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur Nabi-nabi mereka menjadi mesjid." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Memindahkan mayat

Mengenai hukum membawa mayat dari negeri tempat meninggalnya untuk dikuburkan di negeri lain, setengah ulama berpendapat bahwa hukumnya haram, karena ditakuti merusakkan kehormatan mayat.

Setengah ulama berpendapat tidak ada halangan, asal terjaga dengan baik, karena asal hukum sesuatu adalah harus (boleh), sedangkan di sini tidak ada dalil untuk mengharamkannya.

Membongkar kubur

Apabila mayat sudah dikuburkan, tidak boleh dibongkar (haram dibongkar) karena merusak kehormatan mayat, terkecuali kalau terjadi beberapa hal yang berikut; mayat yang dikubur belum dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalatkan, tidak menghadap ke kiblat; dikuburkan di tanah yang dirampas atau dibungkus dengan kain yang dirampas sedangkan yang empunya minta dikembalikan; atau terjatuh ke dalam kubur itu suatu barang yang berharga. Jika terjadi salah satu dari hal-hal yang tersebut, kubur boleh dibongkar selama mayat belum busuk.

Adapun membongkar kubur yang sudah lama tidak ada alangan asal mayat sudah hancur, berarti sampai tulang-tulangnya pun sudah hancur. Untuk mengetahui berapa lamanya baru hancur, hendaklah ditanyakan kepada yang ahli tentang itu, karena keadaan tempat tidak sama, bergantung kepada keadaan tanah di tempat itu, kering atau basahnya.

Takziah (melawat)

Melawat kepada ahli mayat itu sunat dalam tiga hari sesudah ia meninggal dunia, yang lebih baik ialah sebelum dikuburkan. Yang dimaksud dalam perlawatan itu ialah untuk menganjurkan ahli mayat supaya sabar, jangan keluh-kesah, mendoakan mayat supaya mendapat ampunan, dan juga terhadap ahli mayat supaya malapetakanya itu berganti dengan kebaikan.

Sabda Rasulullah saw.: Dari Usamah, katanya: "Seorang anak perempuan Rasulullah saw. telah memanggil beliau serta memberitahukan bahwa anaknya dalam keadaan hampir mati. Rasulullah saw. berkata kepada utusan itu: Kembalilah engkau kepadanya, dan katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan bahkan apapun kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah ia sabar serta tunduk kepada perintah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Sabar

Ahli mayat hendaklah sabar atas kedukaannya, serta menyerahkan halnya kepada Allah. Firman Allah swt.: "Orang-orang yang apabila mendapat malapetaka, mereka berkata: Sesungguhnya kita kepunyaan Allah, dan kepada-Nya kita kembali. Merekalah yang mendapat rahmat dari Tuhan, dan merekalah yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 156-157)

Memberi makan ahli mayat

Kaum kerabat, tetangga, sahabat, handai-taulan dari mayat hendaklah
memberi makan kepada keluarga (ahli) mayat, karena keadaan mereka
sedang dalam kekalutan, belum sempat mengurus makanan mereka sendiri.

Sabda Rasulullah saw.: Dari 'Ubaidillah bin Ja'far, katanya: "Tatkala datang kabar meninggalnya Ja'far karena terbunuh, Rasulullah saw. bersabda: Buatkanlah olehmu makanan untuk keluarga Ja'far, karena mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan)." (Riwayat lima orang ahli hadis kecuali Nasai)

Itulah yang disyari'atkan dalam agama Islam, bukan sebagaimana yang biasa dilakukan di Indonesia, semua tetangga, sahabat yang dekat atau yang jauh, keluarga, teman dan orang sekampung semua itu, datang dan ahli mayat terpaksa menyediakan makanan yang bermacam-macam, beramai-ramai berkumpul di rumah ahli mayat, untuk makan-makan, biarpun sampai menghabiskan harta peninggalan si mayat.

Malahan kalau kurang, hartanya sendiri dihabiskan pula. Orang-orang yang datang di tempat kematian itu sepanjang hari tidak perlu berbelanja lagi, sudah cukup keperluannya ditanggung oleh yang kematian, yang sedang bersedihan dan berdukacita kehilangan anak atau bapak yang dicintainya, bahkan yang datang itu pun beratus-ratus pula. Selain dari perayaan pada hari matinya itu, diadakan pula ramai-ramai untuk makan-makan pada hari ketiga dari hari meninggalnya, hari ketujuh, kesepuluh, empat puluh, seratus, dan seterusnya. Kesedihan itu selalu diperbarui (dibangkit-bangkit), dan kerugian selalu ditambah-tambah. Semua itu hukumnya haram, tidak diizinkan oleh agama Islam yang mahasuci, lebih-lebih kalau ahli mayat itu ada yang belum sampai umur (belum balig).

Dari Jarir bin 'Abdullah Al-Bajali, katanya: "Berkumpul-kumpul pada ahli mayat serta membuat makanan sesudah mayat dikubur kan, kami anggap sebagian dari meratap (sama hukumnya dengan meratap, yaitu haram)." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)

Memang, kalau kita renungkan lebih jauh serta kita pikirkan dengan pikiran yang sehat dan tenang, tidak dipengaruhi oleh apa pun, alangkah sedihnya ahli mayat, sesudah ia kehilangan anak, buah jantungnya, atau kehilangan bapak pemegang kemudi hidup dan penghidupannya, hartanya dihabiskan pula. Kalau tidak diikutinya kehendak adat yang semacam itu, ia tercela di mata kaum adat yang berpikiran tidak sehat itu.

Ziarah kubur

Menziarahi kubur disunatkan bagi laki-laki. Adapun bagi perempuan yang berziarah kubur dimakruhkan karena tabiat perempuan lemah hati, lekas susah, maka ditakuti akan mencucurkan air mata dan akan berkeluh-kesah berdukacita sehingga lupa akan kekuasaan Allah.

Dari Buraidah: "Rasulullah saw, telah berkata: Dahulu saya telah melarang kamu berziarah ke kubur, sekarang Muhammad telah mendapat izin untuk berziarah ke kubur ibunya, maka ziaralahlah kamu, karena sesungguhnya ziarah itu mengingatkan akhirat. " (Riwayat Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah: "Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mengutuk perempuan-perempuan yang ziarah ke kubur." (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Disunatkan bagi orang yang menziarahi kubur, memberi salam kepada ahli kubur dan mendoakan mereka (memintakan ampun dan memintakan keselamatan ahli kubur)

Dari Sulaiman bin Buraidah, dari bapaknya: "Rasulullah saw. mengajari mereka ketika mereka pergi ke kubur, supaya mengatakan: Mudah-mudahan selamatlah dan sejahteralah orang mukmin dan muslimin yang di sini, kami mudah-mudahan akan menyusul kamu; kami mohonkan kepada Allah supaya kami dan kamu mendapat keselamatan." (Riwayat Muslim dan Ahmad).


Sumber: Dikutip dari Fiqih Islam, H. Sulaiman Rasjid.


[Ikuti GardaPos.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar