Jangankan Dewas merencanakan sidang etika, laporannya saja pun tidak memenuhi syarat ketersediaan bukti. Keputusan Dewas yang menyatakan tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etika, suka tidak suka, berpotensi membuat posisi para pelapor di ruang publik bisa jadi “kehilangan muka”. Kasihan kan!
Untuk itulah, jangan terlalu mudah melapor-lapor seseorang jika fakta, data, bukti dan argumentasi etika/hukum masih lemah dan sumir dengan memanfaatkan hak lapor dengan memakai diksi “diduga”. Sebaiknya mengedepankan pengkajian mendalam dari aspek etika dan hukum tentang masalah yang sedang dihadapi. Atau membuka berbagai kanal komunikasi sehingga ada perjumpaan para pihak yang “berseberangan” satu dengan yang lain untuk mempertemukan persepsi dan pemahaman sekalipun tetap berbeda pandangan.
Di sisi lain, hati-hati bisa saja pihak yang dilapor diduga membocorkan rahasia negara kepada seseorang, setelah keputusan Dewas tersebut di atas, membuat laporan pencemaran nama baik sekaligus membuka terang benderang siapa yang melakukan dugaan pembocoran dokumen tersebut kepada aparat hukum sebagai dugaan tindak pidana.
Untuk itu, menurut hemat saya, terjadi atau tidak nanti laporan dugaan tindak pidana tersebut, tidak ada salahnya EP dan dkk yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik menemui untuk berjumpa dengan FB dan komisioner KPK lainnya untuk meminta maaf. Setelah perjumpaan mereka dengan FB dan komisioner KPK, sejatinya mereka langsung melakukan jumpa pers untuk menyampaikan maaf secara terbuka kepada KPK dan publik.
Bravo KPK. Mari kita dukung KPK berantas korupsi di tanah air, sampai negeri kita bersih dari korupsi untuk Indonesia Raya.[]
Tulis Komentar