Namun dibalik sumringahnya publik mengharapkan political will dan keterlibatan parlemen (DPRD-red) yang memegang fungsi legislasi memiliki peran kunci dalam mengimplementasikan pemerintahan (daerah-red) antikorupsi dan mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), Provinsi Riau pada umumnya.
Menariknya lagi, Kovenan Internasional UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption) yang diungkapkan oleh pakar ahli hukum pidana Dr. Muhammad Nurul Huda, SH.,MH bahwa, UNCAC telah mengingatkan kepada masyarakat dunia agar menghentikan seluruh aktivitas pejabat publik untuk tidak menempatkan orang-orangnya dalam suatu jabatan publik.
Kaitan dengan tujuan tersebut bahwa, wakil rakyat perlu bekerja dalam keselarasan dengan pemerintah khususnya di negara-negara pihak UNCAC turut serta berperan dalam ratifikasi, implementasi, adaptasi ke dalam negeri, serta pemantauan dan pengkajian terhadap UNCAC.
Menariknya lagi, pertanyaan publik ingin tahu sejauhmana politicall will parlemen terhadap dinasti politik terhadap otokritik pembangunan berkelanjutan kedepan yang akan dijalankan!
Memang UNCAC sendiri telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 7 tahun 2006, dan Forum Masyarakat Bersih Riau (FORMASI RIAU) berpendapat minta hentikan Dinasti Politik di Riau.
Menariknya lagi, sebuah pandangan hukum telah disampaikan Formasi Riau yang melihat bahwa, Dinasti Politik ini sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi dan program anti korupsi. Bagaimana tidak berbahaya, dengan adanya dinasti politik fungsi kontrol tidak akan berjalan dengan baik, serta dikhawatirkan akan saling menutupi kesalahan.
Dalam bentuknya, Dinasti Politik ini bisa berupa ayah bupati dan anak ketua DPRD, suami bupati istri anggota dewan, serta berbagai macam bentuknya dengan menjual pengaruh kekuasaan untuk menempatkan keluarganya atau kerabatnya untuk menduduki jabatan publik ataupun swasta.
Nah menariknya lagi, di Riau kecendrungan ini sudah mulai terlihat dibeberapa daerah. Bukan tanpa alasan bahwa, Formasi Riau meminta setiap orang yang peduli tentang demokrasi dan program anti korupsi untuk bersama-sama menolak dinasti politik ini, hingga meminta kepada KPK untuk memantau kecendrungan pergerakan dinasti politik yang sedang berkembang di Riau.
Kemudian menariknya lagi, dikutip dari kumparan, Rabu (6/2) bahwa, Kokoh dan masifnya dinasti politik di beberapa daerah, menurut sejarawan Bonnie Triyana, karena pemilih di daerah tergolong pemilih tradisional.
“Masyarakat di kita masih separuh feodal. Sehingga di banyak daerah, hubungan antara warga dengan pemimpin itu masih patrimonial,” ujarnya. (*)
Tulis Komentar