IPAL PT. Sari Lembah Subur Diduga Berdiri di Lahan Ilegal: DLH Diminta Bertindak Tegas, Presiden Prabowo Diharap Turun Tangan

Jumat, 18 April 2025

(foto tangkapan layar) lokasi PT. SLS di Kabupaten Pelalawan, Riau.

GARDAPOS.COM, PELALAWAN — Dugaan pelanggaran serius kembali mencuat dari sektor industri sawit. PT. Sari Lembah Subur (SLS), anak perusahaan raksasa sawit PT. Astra Agro Lestari Tbk, dituding mengoperasikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di atas lahan tanpa alas hak yang sah.

Analisis spasial dari peta Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, serta data resmi dari situs Badan Pertanahan Nasional (BPN), menunjukkan bahwa lokasi IPAL milik PKS PT. SLS di Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, tidak berada dalam wilayah konsesi resmi perusahaan. Artinya, instalasi pengolahan limbah beroperasi di luar wilayah yang memiliki dasar hukum kepemilikan.

Temuan ini menimbulkan keresahan publik. "Sangat mengherankan, perusahaan sebesar PT. SLS bisa membangun fasilitas limbah tanpa ada legalitas lahan. Ini jelas indikasi pelanggaran lingkungan," ujar Tama, salah satu warga Kerumutan yang aktif memantau aktivitas perusahaan.

Hal ini berpotensi menjadi pelanggaran berat, sebab ijin lingkungan – yang merupakan syarat wajib bagi operasi industri – hanya dapat diterbitkan jika kegiatan usaha berada di atas lahan yang memiliki alas hak yang sah. Tanpa itu, seluruh aktivitas IPAL bisa dianggap ilegal dan mencemari lingkungan tanpa kontrol yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menanggapi temuan ini, Kepala Bidang Penataan Lingkungan (AMDAL) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pelalawan menyatakan:
"Kami akan meminta data kepemilikan lahan dari pihak perusahaan. Jika benar tidak ada alas hak, maka PT. SLS wajib melakukan addendum terhadap ijin lingkungannya. Tidak bisa dibiarkan begitu saja," ujarnya saat dikonfirmasi media pada Kamis, 17 April 2025.

Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, pihak Humas PT. SLS, Tora selaku Community Development Officer (CDO), belum memberikan klarifikasi apa pun. Sikap bungkam ini justru semakin memperkuat dugaan pelanggaran.

Skandal ini terjadi di tengah seruan Presiden Prabowo Subianto agar seluruh korporasi besar menjalankan usaha yang taat hukum dan berpihak pada keberlanjutan lingkungan. Masyarakat berharap, Presiden tidak tinggal diam dan segera memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta aparat hukum untuk mengusut tuntas dugaan ini.

Jika dibiarkan, praktik seperti ini bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga melemahkan wibawa negara dalam menegakkan supremasi hukum di sektor sumber daya alam.

 

(gp5/gpc)