(Foto tangkapan layar, pelanggaran Netralitas ASN di Pelalawan pada Pilkada 2024).
GARDAPOS.COM, PELALAWAN - Dalam pandangan hukum administrasi pemerintahan, maka Netralitas ASN sesungguhnya sudah final dan wajib ditaati. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dengan tegas menyatakan tentang Asas Netralitas (pasal 2 huruf f ) dengan penjelasannya, yaitu Setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Kemudian Pasal 12 UU 20 Tahun 2023 juga menyatakan bahwa : “Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme”.
Kasus pelanggaran terhadap aturan Netralitas ASN pada Pilkada serentak 2024 dimasa tahapan kampanye ini saja oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Pelalawan (BAWASLU) telah menerbitkan beberapa surat 'Pemberitahuan Status Laporan' hasil proses pelanggaran dan terbukti dilanggar oleh: 1. Camat Pangkalan Kerinci, Junaidi, SPd (diduga pendukung Paslon nomor urut 2) dan, 2. Prima Merdeka Wati, S.Kep.,MKM istri Cabup Pelalawan nomor urut 1 (diketahui jabatan terakhir adalah Staff Ahli Bupati), yang saat ini berusaha keras untuk menang dalam kontestasi Pilkada 2024 Pelalawan.
Apa yang telah diperbuat kedua ASN di Kabupaten Pelalawan tersebut, jelas tidak sejalan dengan fungsi ASN sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik dan perekat dan pemersatu bangsa serta tugasnya yaitu; melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan perundang-undangan; memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
Berikut isi petikan dilansir dari surat BAWASLU Pelalawan yang ditandatangani Ketua Andrizal, terkait Surat Nomor: 195/PP.01.02/K.RA-06/10/2024, perihal Pemberitahuan Status Laporan tertanggal, Selasa 08 Oktober 2024 di Pangkalan Kerinci, menyebutkan:
Berdasarkan Laporan Saudara (pelapor, red) dengan Nomor: 003/PL/PB/KAB/04.08/X/2024 pada tanggal 06 Oktober 2024, setelah melalui proses kajian berupa analisa terhadap fakta, bukti, serta hasil keputusan Rapat Pleno Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Pelalawan, maka melalui surat ini Bawaslu Kabupaten Pelalawan menyampaikan status penanganan pelanggaran yang pada pokoknya yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa terhadap tindakan dan/atau perbuatan yang dilakukan oleh Terlapor yaitu Prima Merdeka Wati, S.Kep.,MKM selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Pelalawan dinyatakan TERBUKTI melanggar peraturan perundang-undangan lainnya yaitu melanggar ketentuan Netralitas dan Kode Etik ASN.
2. Terkait Laporan diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN RI) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagaimana telah dikonfirmasi gardapos (9/10) Ketua Bawaslu Kabupaten Pelalawan terkait perihal surat tersebut tidak banyak memberikan keterangan dan singkat menjawab, "Ya surat itu benar telah kami sampaikan untuk ditindak lanjuti sebagaimana isi surat" ungkapnya.
Namun, setelah dikonfirmasi gardapos (9/10) sore, pihak Koalisi Pelalawan Maju angkat bicara menyampaikan press release nya terkait persoalan Istri Cabup Pelalawan (Prima Merdeka Wati, red) dari Paslon Nomor urut 1 ini sebagai berikut:
Tanggapan Terhadap Surat Bawaslu Pelalawan Nomor: 195/PP.01.02/K RA-06/01/2024, Perihal Pemberitahuan
Status Laporan, tertanggal 08 Oktober 2024 atas nama terlapor Sdr. Prima Merdeka Wati, S.Kep., MKM.
Menerangkan bahwa:
Kami berpendapat sbb:
1. Bahwa surat Bawaslu Pelalawan Nomor : 195/PP.01.02/K RA-06/01/2024 tersebut menurut kami prematur, disebabkan ada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2023, Tentang : Netralitas bagi pegawai Aparatur Sipil Negara yang memiliki pasangan (suami/istri) berstatus calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota legislatif, dan calon Presiden/wakil Presiden, pada huruf D poin 1, 2 dan 3 adalah diberikan kesempatan untuk mendampingi pasangan dalam berkampanye dengan mengambil Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN).
2. Bahwa surat Pemerintah Kabupaten Pelalawan Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nomor: 100.3.4.2/BKPSDM/2024/1224, Perihal: Penjelasan terkait pengajuan Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN) a.n Prima Merdeka Wati,
S.Kep., M.KM, tertanggal 20 September 2024. Menjelaskan bahwa pengajuan CLTN yang diajukan tertanggal 29 Juli 2024 dengan alasan mendampingi suami selama tahapan penyelenggaraan Pemilukada 2024 tidak dapat diberikan karena belum bekerja secara terus
menerus selama 5 (lima) tahun.
3. Bahwa terhadap poin 1 dan 2 diatas kami berpendapat sbb:
a. Bahwa kami ingin menyampaikan terkait UU No. 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 01 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 01 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU pasal 201 ayat 8 disebutkan bahwa: pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota di seluruh
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024, yang mengakibatkan masa jabatan suami dari Sdr. Prima Merdekawati, S.Kep., M.KM kurang dari (lima) tahun.
b. Bahwa kami berpendapat bahwa atas perubahan UU sebagaimana huruf a, seharusnya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor : 18 Tahun 2023 tersebut menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang perubahan jadwal pemungutan suara serentak nasional menjadi bulan November 2024.
c. Bahwa perubahan perubahan jadwal pemungutan suara serentak nasional menjadi bulan November 2024 tersebut mengakibatkan masa jabatan Suami dari Sdr. Prima Merdeka Wati, S.Kep., M.KM menjadi kurang dari (lima) tahun, akibatnya berdampak dan merugikan sdr. Prima Merdekawati, S.Kep., M.KM.
Demikian penjelasan kami untuk dapat dijadikan sebagai pertimbangan penyelenggara Negara dalam permasalahan tersebut, katanya.
Pangkalan Kerinci, 09 Oktober 2024
Tertanda,
Koalisi Pelalawan Maju
Tim Hukum Koalisi Pelalawan Maju
(Abdul Nasib - Ketua, Maruli Silaban, SH, Abdullah – Sekretaris)
Kemudian terkait permasalahan kedua ASN tersebut belum ada keterangan resmi dari pihak PJs Bupati dan PJ Sekda Pemerintah Daerah kepada media!?
Publik mungkin mengira-ngira, apakah ada pembangkangan dikalangan ASN tertentu di Kabupaten Pelalawan hingga berani melanggar aturan Netralitas!? Padahal, Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Penerbitan SKB tersebut bertujuan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
SKB tersebut ditandatangani oleh Abdullah Azwar Anas (Menteri PANRB, Tito Karnavian (Mendagri), Bima Haria Wibisana (Plt. KepalaBKN), Agus Pramusinto (Ketua KASN), serta Rahmat Bagja (Ketua Bawaslu).
SKB Netralitas ini dibuat agar memudahkan ASN dalam memahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etik maupun disiplin pegawai.
SKB ini bahkan diberlakukan bagi ASN di seluruh tingkatan instansi baik di pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten, kota, provinsi di seluruh Indonesia.
Kemudian dalam pandangan hukum administrasi pemerintahan, sudah sangat jelas menegaskan tentang ketentuan Netralitas ASN dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 dan tentunya akan diikuti dengan sanksi dari tingkat sedang hingga berat bagi pelanggarnya.
Berikut ini adalah Undang-Undang yang mengatur tentang Netralitas ASN beserta TNI/POLRI:
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara;
(2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu);
(3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(4) Surat Edaran Bupati Pelalawan Nomor 800/BKPSDM-PEMKA/2020/1108, tertanggal 22 Juni 2020, ditujukan kepada seluruh pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemkab Pelalawan;
(5) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara;
(6) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain itu, ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Undang-Undang tersebut tegas mengatur setidaknya ada 16 hal larangan untuk para ASN dalam pilihan politiknya, sebagai berikut:
(1) kampanye melalui media sosial;
(2) menghadiri deklarasi calon;
(3) ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye;
(4) ikut kampanye dengan atribut PNS;
(5) ikut kampanye dengan fasilitas negara;
(6) menghadiri acara partai politik;
(7) menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon;
(8) mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan;
(9) memberikan dukungan ke calon legislatif atau independen kepala daerah dengan memberikan KTP;
(10) mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN;
(11) membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon;
(12) menjadi anggota atau pengurus parpol;
(13) mengerahkan PNS ikut kampanye;
(14) pendekatan ke Parpol terkait pencalonan dirinya dan orang lain;
(15) menjadi pembicara dalam acara Parpol;
(16) foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakan sebagai bentuk keberpihakan.
Sanksi pelanggaran ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas akan dijatuhi sanksi sebagaimana bunyi undang-undang. Aparatur sipil negara yang melanggar prinsip netralitas dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
Adapun jenis sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sanksinya dibagi menjadi dua tingkatan, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat dengan rincian sebagai berikut:
Hukuman Disiplin Sedang:
(1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun;
(2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1tahun;
(3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Hukuman Disiplin Berat:
(1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
(2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
(3) Pembebasan dari jabatan;
(4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
(gp1)