Kritik Perangkat Desa di Berhentikan Sepihak, Ketua JMSI Pelalawan: Kepala Desa Bukanlah Kekuasaan Absolut atau Raja

Jumat, 03 Juni 2022

(Ist).

GARDAPOS.COM, PELALAWAN - Terkait dugaan pemecatan sepihak 4 perangkat Desa Teluk Beringin beberapa pekan lalu di Kabupaten Pelalawan menjadi sebuah substansi yang menandakan kepemimpinan absolut yang digunakan oleh oknum kepala Desa tersebut.

Demikian kritik Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kabupaten Pelalawan, Erik Suhenra S.I.Kom, pada Kamis 2 Juni 2022 di Pangkalan Kerinci.

Sebagai negara hukum, pelaksanaan pemerintahan desa dilakukan berdasarkan prinsip supremasi hukum, dengan demikian setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah desa harus sejalan dengan hukum yang ada.

Tentunya kondisi ini melahirkan sebuah antitesis bahwa perbuatan pemerintah desa yang di luar dari itu dapat termasuk bukan wewenang, melampaui wewenang, atau sewenang-wenang.

"Saya menilai soal kekuasaan, dalam istilah 'Lord Action', dikenal ungkapan 'power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely' sehingga tanpa pembatasan kekuasaan maka arah yang dituju oleh pemerintahan desa tersebut hanya kepentingan pribadi dan golongan tertentu semata. Hal berbeda dengan kondisi pemerintahan yang menganut sistem monarki absolut, dengan kewenangan penguasanya yang tanpa batas, sebab raja adalah hukum itu sendiri," kata aktivis yang pernah menempuh pendidikan di Jawa Barat ini.

Dijelaskannya, dalam pemerintahan desa, posisi kepala desa bukan sebagai raja di wilayah tersebut, yang dapat menjalankan pemerintahan atas sekehendaknya saja. Termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.

Tentunya, kondisi ini tidak lain adalah bentuk penyakit nepotisme, pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan. Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti ini dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten.

Sambung mantan Ketua HIMAPEL Bandung ini, perangkat desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bertugas membantu kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di desa. 

Hal itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berada pada kepala desa, namun pelaksanaan wewenang tersebut tentunya harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur.

"Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017. Hal ini demi memastikan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dilakukan secara teruji dan terukur bukan atas perasaan suka dan tidak suka kepada orang tertentu," tegasnya.

Lanjut Erik, semua itu harus berdasarkan Permendagri tersebut diatur perangkat desa berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan. Khusus untuk pemberhentian perangkat desa karena diberhentikan, yang selama ini menjadi pengaduan ke JMSI Kabupaten Pelalawan sebenarnya telah diatur dengan jelas pula tata caranya yakni dengan terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada Camat dan memperoleh rekomendasi Camat secara tertulis dengan berdasar pada alasan pemberhentian sesuai syarat yang diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa. 

"Saya rasa dengan menjalankan mekanisme tersebut secara taat dan patuh, seharusnya pemberhentian perangkat desa tidak menjadi persoalan atau pengaduan," kritik aktivis pendiri kegiatan sosial Sahabat Jumat ini.

Ditambah Erik, melalui Permendagri tersebut pula penyakit nepotisme dalam pengisian jabatan pada perangkat desa sesungguhnya dapat dicegah, dikurangi, dan disembuhkan. Tapi tetap saja masih ada pihak-pihak yang menolak untuk sembuh dan justru merasa semakin mapan dalam jabatannya jika berhasil melabrak aturan. Akibatnya konsentrasi pemerintah desa yang harusnya terfokus pada maksimalisasi pelayanan kepada masyarakat di desa justru buyar karena harus menyelesaikan pengaduan terkait pengisian jabatan perangkat desa.

"Tidak dipungkiri bahwa menjalankan roda pemerintahan desa tentu sedikit banyak dipengaruhi pula oleh dengan siapa sang kepala desa mengayuh. Kepala desa tentu berhak memilih 'mitra'nya dalam bekerja melalui penempatan pada perangkat desa, memilih pihak yang dianggap dapat sejalan dengan visi dan misinya agar tercapai pemerintahan desa yang lebih baik. Namun alasan itu tidak dapat mengesampingkan kewajiban kepala desa untuk melakukan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa harus sesuai dengan alur prosedur yang telah diatur. Justru di sinilah ujian pertama seorang kepala desa, menunjukkan profesionalismenya, menjamin bahwa tidak terdapat konflik kepentingan yang dapat mengacaukan sistem pemerintahan," pungkasnya.**