Launching Kampung Restorative Justice di Kranggan Kota Mojokerto

Kamis, 17 Maret 2022

Kejari Mojokerto, Hadiman, SH., MH. (Foto Istimewa).

GARDAPOS.COM, MOJOKERTO - Kejaksaan Negeri Mojokerto yang dikepalai Hadiman, SH.,MH mendapat apresiasi Sekda Pemerintah Kota Mojokerto, H Gaguk Tri Prasetyo terkait pilot project membentuk "Kampung Restorative Justice" di Kelurahan Kranggan pada Rabu 16 Maret 2022 saat launching Kampung Restorative Justice (RJ) se Indonesia melalui 'virtual' bersama Jaksa Agung.

"Kami sangat berterima kasih kepada semua jajaran kejaksaan negeri, khususnya kepada bapak Jaksa Agung, yang telah mendirikan Kampung Restorative Justice di Kelurahan Kranggan ini. Pemkot Mojokerto terus bersinergi dengan Kampung Restorative Justice, untuk memberikan rasa keadilan dan kenyamanan di tengah kehidupan masyarakat Kota Mojokerto,” sebut  Gaguk Tri Prasetyo sebagaimana dilansir dari petisi.co (16/3).

Kemudian untuk diketahui, bahwa kampung "Restorative Justice" ini dibentuk bertujuan untuk membantu menyelesaikan persoalan sosial di tengah masyarakat agar tidak sampai ke proses hukum. Selain itu juga buat sosialisasi yang berkaitan dengan kasus hukum agar ada pemahaman bagi masyarakat Kota Mojokerto agar dapat diselesaikan dengan musyawarah.

Dalam acara zoom tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan Restorative Justice (RJ) merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.

Burhanuddin mengatakan kebijakan ini harus terus didorong. Kejagung memiliki kewenangan tentang 'dominus litis' untuk menghentikan suatu perkara.

Namun, dia menggarisbawahi hanya berlaku untuk perkara yang memenuhi syarat. Di samping itu, ia mengingatkan bahwa kejaksaan harus bisa menekankan rasa keadilan. Artinya, bukan hanya mencegah over kapasitas di dalam rutan dan lapas.

“Syaratnya pertama orang itu baru melakukan pertama kali, kemudian ancaman hukuman 5 tahun dan kerugian tidak lebih Rp 2,5 juta. Nanti teman-teman kembangkan tidak harus Rp2,5 juta saja, tapi dalam pelaksanaannya menyeimbangkan rasa adil di masyarakat,” kata Jaksa Agung melalui virtual, Rabu (16/3/2022).

Kejaksaan Agung juga menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Penuntut Umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum salah satunya karena alasan telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan/afdoening buiten process, hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e Perja Nomor 15 Tahun 2020.**