Ilustrasi Petani Sawit Riau.
GARDAPOS.COM, PEKANBARU - Aliansi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se Riau prihatin terkait soal penerapan kebijakan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) terhadap hasil TBS (Tandan Buah Segar) sawit rakyat di Provinsi Riau yang mencapai Rp2,1-3 M setiap minggunya.
Keprihatinan ini dilatarbelakangi dari viralnya masalah BOTL di medsos dan media online. "Kami tertarik mendalami BOTL ini karena sudah sangat Viral" ungkap Amir Aripin Koordinator Pusat Aliansi BEM se Riau usai audiensi bersama Ketum DPP APKASINDO Gulat Manurung, Selasa (8/9) di Kantor Perwakilan Pekanbaru, Riau.
"Kami 64 Kampus se Riau siap bergerak jika BOTL ini tidak dibuka peruntukan dan pertanggungjawabannya, ini terkait 1,9 jt Ha TBS Petani Sawit Riau, kami sudah membentuk Tim Khusus untuk BOTL ini dan selanjutnya akan menemui Kadisbun Riau, PTPN V dan GAPKI" pungkas Amir.
Kami ingin penjelasan, semua bukti perhitungan tatacara penetapan harga TBS Petani sudah kami pegang. Jangan mengatakan ini bukan potongan atau bukan uang petani, semua terang benderang diuraikan Permentan tentang TBS, ujar Amir Aripin yang juga Ketua Umum FORMASI INDONESIA (Forum Mahasiswa Sawit Indonesia).
"Ya kebetulan juga Aliansi BEM se Riau sudah membentuk Forum Mahasiswa Milenial Sawit, yang kami sebut Formasi, oleh karena itu sangat sangat tepat Formasi Indonesia juga memperhatikan kisruh BOTL ini, ujar Amir.
Kemudian ditambahkannya, bahwa Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apkasindo Gulat Medali Emas Manurung sudah mencoba memberikan pemahaman kepada Perwakilan Aliasi BEM se Riau yang sudah beraudiensi ke Sekretariat Perwakilan DPP APKASINDO Pekanbaru, perihal tatacara penetapan harga TBS Petani.
Menurut kami Pak Gulat sangat mahir dan menguasai masalah BOTL ini, jadi kami sudah ketemu dimana permasalahannya dan kami akan bergerak cepat, mahasiswa di Riau ini 65% adalah anak Petani sawit dan buruh tani sehingga ekonomi keluarga kami sangat tergantung dengan harga TBS yang setiap minggu diumumkan harganya, ujar Amir.
Kami mendengar dan sudah mencopy resume hasil rapat 3 organisasi sawit dengan Disbun Riau tanggal 8 September sore. Banyak hal yang kami pertanyakan dan akan kami Diskusikan dengan Pak Gubernur Riau dan Pak Kadisbun, ini sudah terlampau lama pembiarannya.
Dari penelusuran kami di internet, ternyata Pergub Tataniaga Sawit di Riau belum ada, kami sangat terkejut, Riau sebagai Provinsi terluas sawitnya yaitu (21%) 3,38jt hektar dan Petani sawit di Riau itu lebih dominan di Riau (54%), beda dengan provinsi lain yang hanya 18-25%.
Kemudian menyambung soal tersebut, menurut Gulat dalam rilisnya, Rabu (9/9) kepada gardapos.com mengungkapkan, kalau kita lihat di provinsi tetangga itu sudah nol, katanya.
Di Sumut, Jambi, Sumbar tidak ada lagi BOTL karena pihak PKS susah mempertanggungjawabkannya, karena memang aturan mengamanahkan adanya pertanggungjawaban rutin setiap bulan dan dilaporkan ke Gubernur setempat melalui Kepala Dinas Perkebunan, namun di Riau Potongan harga TBS BOTL sebesar 2,63% ini masih berlaku sebagaimana Permentan 01 2018 tentang Tataniaga TBS, jelas Gulat.
"Ya hal itu saya sampaikan ketika utusan BEM se Riau ini mempertanyakan lebih dalam tentang pembahasan Pergub Tataniaga TBS Riau dan mempersilahkan Aliansi BEM se Riau mengcroscheck langsung ke Gubernur Riau atau ke Tim Penetapan harga TBS Disbun Riau" ungkapnya.
Kemudian menurut pihak Aliansi BEM se Riau Amir Aripin 'sederhana', katanya. "Permentan 01 Tahun 2018 disebut ada Potongan BOTL total sebesar 2,63%, dan 1% dari 2,63% tersebut untuk Pembinaan Petani dan Kelembagaannya" jelas, dan selama ini tidak pernah tahu kemana penggunaan dana ini dan tidak ada pertanggungjawabannya sama sekali," ungkap Amir usai audiens dengan DPP APKASINDO.
Kami dari Aliansi BEM se Riau sepakat dengan berita yang viral 3 minggu terakhir bahwa stop dulu potongan BOTL sampai bisa dipertanggubgjawabkan potongan periode sebelumnya, ini cukup menarik.
Kami Aliansi BEM se Riau akan mendukung Apkasindo dan Aspek PIR untuk membongkar kecurangan ini dan kami sudah mencatat semua PKS-PKS yang terlibat dalam permainan BOTL ini, termasuk PTPN V yang terkenal dengan motto “SINERGI, INTEGRITAS, PROFESIONAL” (SIPro).
Kami bersepakat tentang BOTL adalah Pungli (pungutan liar)" ya masuk Pungli, karena pungutan yang tidak ada pertanggungjawabannya itu disebut Pungli", tegas Amir.
Ironisnya menurut berita yang kami baca dimedia online, "masak perwakilan PTPN V saat rapat di Disbun Riau mengenai BOTL ini mengatakan bahwa biaya Pembinaan Manager, Asisten dan Mandor diambil dari Dana BOTL", ini gak masuk diakal, apa ia Petani harus ikut urungan biaya pembinaan Manager, Asisten dan Mandor PTPN V ? aneh bin ajaib.
Selain itu konfirmasi gardapos.com dengan Gulat diketahui, bahwa menurut Tengku Rusli Ahmad, Ketua Umum Santritani Indonesia, yang juga Dewan Penasehat DPP APKASINDO sependapat dengan Mahasiwa Aliansi BEM se Riau, ini harus diungkap dan bila perlu dibawa kejalur hukum, jumlahnya fantastis sekali, Gubernur Riau harus gerak cepat, jangan sampai Petani dan mahasiswa turun kejalan, malu kita, apalagi situasi Covid-19 saat ini, semua harus merapatkan barisan jangan sampai BOTL ini semakin memper parah situasi ekonomi Riau.
Kemudian lagi ditempat terpisah Pengamat Hukum Pidana Dr. M. Nurul Huda, SH.,MH, yang juga Dewan Pakar DPP APKASINDO Bidang Hukum dan Advokasi, menjelaskan bahwa setiap pungutan yang diatur oleh regulasi dan sudah diundangkan oleh Pemerintah harus dipertanggungjawabkan dan diaudit oleh auditor bisa saja BPK atau Auditor independen, tidak persoalan besar atau kecil, apalagi terkait ke Potongan TBS Petani Sawit. Semua ada aturannya dan tidak boleh ada pembenaran apapun untuk berdalih, ini negara hukum. Saya sudah meminta Ketua Umum DPP APKASINDO untuk membuat Laporan ke Polda Riau, ini akan membuat terang menderang siapa yang menikmati potongan yang jumlahnya cukup fantastis tersebut, ujar Huda yang juga Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum UIR.[ ]
(*/rls/red)